Bagikan:

JAKARTA - Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan ada beberapa hal yang mendasari Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberhentikan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 129/P Tahun 2023. Di antaranya adalah keputusan Dewan Pengawas KPK yang dibacakan pada Rabu, 27 Desember.

Diketahui, Dewas KPK memutus Firli Bahuri melanggar tiga kode etik. Salah satunya, dia dinyatakan bersalah karena bertemu eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan dijatuhi sanksi berat yaitu diminta mengundurkan diri dari posisinya.

“(Keppres ditandatangani berdasarkan, red) Putusan Dewas KPK Nomor 03/DEWAN PENGAWAS/ ETIK/12/2023 tanggal 27 Desember 2023,” kata saat dikonfirmasi wartawan, Jumat, 29 Desember.

Kemudian, ada dua hal lain yang membuat Jokowi menandatangani Keppres pada Kamis malam, 28 Desember kemarin. Pertama karena Firli sudah mengajukan surat pengunduran diri pada Jumat, 22 Desember lalu.

Berikutnya, Presiden Jokowi mengacu pada Pasal 32 UU KPK. “Pemberhentian Pimpinan KPK ditetapkan melalui Keppres,” tegas Ari.

Diberitakan sebelumnya, Firli Bahuri awalnya mengajukan surat minta diberhentikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg). Pengajuan ini dilakukan setelah dia ditetapkan Polda Metro Jaya sebagai tersangka dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi dari eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Hanya saja, pihak istana memutuskan tidak melanjutkan atau menolaknya. Sebab, dalam aturan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 pemberhentian tak bisa dilakukan hanya karena diminta.

Pimpinan KPK, berdasarkan perundangan itu, baru bisa diberhentikan dengan berbagai syarat. Termasuk jika meninggal dunia atau mengundurkan diri.

Adapun dalam kasus pemerasan Firli hingga kini belum ditahan pihak kepolisian. Padahal, dia sudah menjalankan pemeriksaan sebagai tersangka sebanyak dua kali.