Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah Indonesia dan Jepang berkolaborasi menangani isu lingkungan. Terutama di bidang pencemaran lingkungan dan penanganan sampah laut yang prosesnya mulai terbangun pada tahun 2019. 

Pemerintah Indonesia juga melakukan pertemuan bilateral tingkat menteri dengan Menteri Lingkungan Jepang Koizumi Shinjiro dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar secara virtual pada hari Kamis, 18 Februari. 

Menurut Luhut, pertemuan ini diadakan untuk membahas berbagai kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Jepang, khususnya dalam hal pengelolaan sampah, penanganan sampah laut, penanganan pencemaran air di Sungai Citarum, dan isu perubahan iklim. 

"Kerja sama dengan pihak Jepang sudah kita laksanakan saat pertemuan G20 di Osaka, Jepang pada tahun 2019. Sejak saat itulah, kita terus untuk berkomunikasi dalam hal penanganan isu lingkungan di Indonesia secara lebih intensif dengan Jepang," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Jumat, 19 Februari. 

Luhut mengatakan usaha pemerintah Indonesia menangani isu lingkungan seperti penanganan sampah laut telah berjalan dan dibuktikan dengan menerbitkan kebijakan. 

"Kebijakan ini merupakan Peraturan Presiden (PP) Nomor 83 Tahun 2018 yang melibatkan 16 kementerian atau lembaga terkait, untuk menyinergikan kegiatan yang berkontribusi pada penanganan sampah laut tersebut.  Ditargetkan pada tahun 2025,  penanganan sampah di laut sudah mencapai angka 70 persen," jelasnya. 

Menurut Luhut, pengelolaan sampah di laut sudah seharusnya dilakukan secara sinergi, mulai dari hulu ke hilir. Untuk itu, diperlukan penanganan pencemaran di Daerah Aliran Sungai (DAS) karena limbah.

Ini juga menjadi salah satu solusi adanya proses penanganan sampah di laut yang sinergi dari hulu ke hilir. Salah satu contohnya adalah penanganan pencemaran di DAS Sungai Citarum. 

"Kami sudah melakukan berbagai kebijakan dan menjalankan berbagai program mulai dari 2018 sampai tahun 2020. Kami telah berhasil mengurangi kebocoran sampah ke laut dari sungai sebesar 15 persen berkat program seperti penanganan DAS di kawasan Sungai Citarum," katanya. 

Luhut menjelaskan DAS yang tercemar oleh limbah perlu mulai diolah. Melalui kerja sama Indonesia dan Jepang mengenai Waste to Energy (WTE) sejak tahun 2017, adanya limbah yang menjadi polutan di DAS mulai diolah. 

Sedangkan pihak Jepang sudah mulai merealisasikannya dengan Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (PSEL). PSEL ini dibangun oleh pihak Jepang melalui JICA yang telah melakukan kajian dalam upaya agar PSEL Legok Nangka di Jawa Barat, dapat menjadi contoh pengimplementasian PSEL bagi daerah lain. 

Pemerintah Jepang memiliki komitmen yang kuat dalam hal menanggulangi perubahan iklim dengan kebijakan mewujudkan carbon neutral. Pada sisi yang sama, Indonesia pun memiliki komitmen yang sama dan diimplementasikan melalui adanya regulasi tentang penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (carbon credit) untuk pencapaian penurunan emisi karbon nasional dan pengendalian emisi karbon dalam pembangunan.

"Kami bersyukur dengan adanya proyek fasilitas pengolahan limbah bersama pemerintah Indonesia dan Jepang melalui JICA di Legok Nangka. Fasilitas pengolahan limbah memang sangat dibutuhkan dan sangat efektif untuk menanggulangi sampah laut, mempromosikan ekonomi berkelanjutan, dan mengurangi kebocoran sampah plastik dari sungai ke laut," kata Menteri Koizumi.