JAKARTA - Sebuah penelitian menemukan ampas kopi dapat digunakan sebagai bahan campuran membentuk beton dengan kualitas lebih kuat, saat dunia menghasilkan sekitar 60 juta ton ampas kopi basah setiap tahun yang berasal dari 2 miliar cangkir kopi setiap hari secara global.
Hanya sebagian kecil saja yang digunakan kembali, sebagian besar sebagai pupuk tanah dan sebagian lainnya dibakar atau berakhir di TPA. Di sana, seperti senyawa organik lainnya, ampas kopi terurai dan melepaskan metana, gas rumah kaca yang 25 kali lebih kuat dibandingkan karbon dioksida dalam memerangkap panas.
Terbaru, para peneliti mengatakan bubuk kopi dapat digunakan sebagai bahan pembuatan beton, bahkan dapat membuatnya lebih kuat, menurut sebuah penelitian baru-baru ini.
“Kami memikirkan ide ini sambil minum kopi,” kata Rajeev Roychand, peneliti di School of Engineering di RMIT University di Melbourne, Australia, yang memimpin penelitian, dilansir dari CNN 10 Desember.
"Kami memanggang kopi bubuk bekas tanpa oksigen dan memperoleh sesuatu yang disebut biochar. Saat kami menambahkannya ke beton sebagai pengganti pasir, hal ini memberikan peningkatan kekuatan material sebesar 30 persen," ungkapnya.
Beton terbuat dari empat bahan dasar: air, kerikil, pasir dan semen. Ini adalah bahan bangunan yang paling banyak digunakan di dunia. Saat ini, sekitar 30 miliar ton beton digunakan per tahun, tiga kali lipat dibandingkan 40 tahun yang lalu.
Roychand dan timnya mengganti sebagian pasir dengan biochar, bahan yang mirip dengan arang, yang berasal dari limbah kopi. Mereka memperoleh hasil terbaik ketika mengganti 15 persen pasir dan memanggang ampasnya pada suhu 350 derajat Celcius (662 derajat Fahrenheit). Beton yang dihasilkan 30 persen lebih kuat dari beton biasa dalam hal kemampuan material menahan beban.
Pada beton biasa, air, yang merupakan bahan terbesar kedua berdasarkan volume, diserap oleh semen seiring waktu, sehingga mengurangi jumlah kelembapan yang masih ada di dalam beton, terang Roychand.
Efek pengeringan ini menyebabkan penyusutan dan keretakan pada skala mikro, sehingga melemahkan beton.
Biochar dari ampas kopi mampu mengurangi proses alami tersebut. Ketika biochar dicampur dengan beton, terang Roychand, partikelnya bertindak seperti reservoir air kecil, yang didistribusikan ke seluruh beton.
Saat beton mengering dan mulai mengeras, biochar secara perlahan melepaskan air, yang pada dasarnya merehidrasi material di sekitarnya dan mengurangi dampak penyusutan dan keretakan.
"Kami akan mengalihkan limbah ini dan mengubahnya menjadi sumber daya yang berharga," jelas Roychand.
"Pasir juga mengalami kelangkaan, dan bahkan jika kita mengganti sebagian dari pasir tersebut, kita masih meningkatkan aspek keberlanjutannya, dan perlahan-lahan kita mungkin sampai pada tahap di mana sebagian besar pasir dapat diganti dengan bahan limbah yang berbeda," tandasnya.
Terpisah, Kypros Pilakoutas, seorang profesor inovasi konstruksi di Universitas Sheffield di Inggris, yang tidak terlibat dalam penelitian mengatakan, ini menarik dari sudut pandang teknologi.
Namun, ia merasa kecil kemungkinan beton yang diproduksi dengan cara ini akan digunakan secara luas dalam aplikasi skala besar.
"Masalah utama sampah adalah pengumpulan dan pengolahannya," jelasnya.
"Meskipun mengumpulkan semua ampas kopi dari seluruh negara merupakan hal yang bagus, biaya yang harus dikeluarkan akan sangat besar dan mahal," tandasnya.
Ia menambahkan, pirolisis, proses pembuatan biochar, tidaklah bebas biaya, dan ia percaya konsentrasi karbon yang tinggi dalam beton tidak akan meningkatkan daya tahan beton dalam jangka panjang.
Roychad menunjukkan, pengumpulan sampah sudah menjadi hal yang umum, dan sejumlah perusahaan di Australia berfokus pada daur ulang sampah kopi.
Dia menambahkan, biaya pirolisis terutama terkait dengan investasi awal pada peralatan, sementara biochar diproduksi pada suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan semen, 350 Celcius dibandingkan dengan sekitar 1,450 Celcius.
BACA JUGA:
Diketahui, bahan dalam beton yang berkontribusi paling besar terhadap perubahan iklim adalah semen, yang bertanggung jawab atas 8 persen emisi CO2 global pada tahun 2021 menurut lembaga think tank Chatham House.
Roychand percaya, peningkatan kekuatan beton sebesar 30 persen akan memungkinkan pengurangan emisi CO2 global hingga 10 persen, sehingga mengurangi dampak iklim.
Ia mengatakan, penemuan ini telah menarik minat baik dari perusahaan konstruksi maupun organisasi yang mendaur ulang ampas kopi, dan timnya kini bekerja sama dengan dewan lokal di Australia untuk memulai demonstrasi lapangan.