JAKARTA - Seorang wanita Australia yang dijatuhi hukuman 20 tahun penjara atas kematian buah hatinya, diampuni pada Bulan Juni, hukumannya dibatalkan pada Hari Kamis, berencana menuntut kompensasi.
Kathleen Folbigg dijatuhi hukuman penjara selama dua puluh tahun, terkait dengan kematian empat buah hatinya. Hukuman dijatuhkan pada tahun 2023 silam.
Ia dihukum karena membunuh tiga anakanya dan melakukan pembunuhan tidak disengaja terhadap kematian anak keempatnya.
Folbigg bersikukuh jika dia tidak bersalah dan mengatakan anak-anak tersebut meninggal karena sebab alamiah selama lebih dari satu dekade lalu, antara tahun 1989-1999.
Pada tahun 2019, initial inquiry atas kasus tersebut menegaskan kembali kesalahan Folbigg. Namun pada tahun 2022, second inquiry yang dipimpin oleh mantan ketua hakim menemukan bukti baru yang menunjukkan, dua anak Folbigg memiliki mutasi genetik yang mungkin menyebabkan kematian mereka.
Folbigg dibebaskan dari penjara pada bulan Juni tahun ini setelah diampuni. Hari ini, hukumannya dibatalkan oleh Negara Bagian New South Wales.
"Saya bersyukur bahwa ilmu pengetahuan dan genetika terkini telah memberi saya jawaban mengenai bagaimana anak-anak saya meninggal,” kata Folbigg yang emosional kepada wartawan di luar pengadilan banding pidana di Sydney, melansir Reuters 14 Desember.
"Namun, bahkan pada tahun 1999, kami memiliki jawaban hukum untuk membuktikan saya tidak bersalah. Jawaban tersebut diabaikan. Dan didiabaikan," katanya.
"Sistem lebih memilih menyalahkan saya daripada menerima bahwa terkadang, anak-anak bisa dan memang meninggal secara tiba-tiba, tidak terduga, dan memilukan," tandasnya.
Sementara itu, pengacara Folbigg, Rhanee Rego, mengatakan tim hukumnya sedang mempersiapkan tuntutan kompensasi "besar" atas kesalahan pemenjaraan kliennya.
"Saya belum siap menyebutkan angkanya, tapi jumlahnya akan lebih besar dari pembayaran substansial yang telah dilakukan sebelumnya," ujar Rego.
BACA JUGA:
Kasus tersebut, yang sebagian besar mengandalkan bukti tidak langsung, menimbulkan kontroversi di kalangan ilmuwan dan ahli statistik, beberapa di antaranya merupakan bagian dari kampanye untuk menjamin pembebasan Folbigg.
"Meskipun ada bukti ilmiah baru (pada tahun 2019), prinsip-prinsip ilmiah dasar tidak dipatuhi sejak uji coba dilakukan," kata Anna-Maria Arabia, kepala eksekutif Akademi Sains Australia.
"Jangan salah, tanpa reformasi hukum, ketidakadilan seperti ini akan terus berlanjut," tandasnya.