Bagikan:

BANDUNG - Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung menyiapkan ruang perawatan jiwa khusus bagi para calon anggota legislatif (caleg) yang mengalami gangguan jiwa akibat gagal dalam Pemilu 2024.

Direktur Medik dan Keperawatan RSHS Iwan Abdul Rachman mengatakan layanan kesehatan jiwa di RSHS mempersiapkan ruangan rawat inap mulai Januari 2024, mengingat hingga kini RSHS hanya melayani telekonsultasi dan rawat jalan bagi pasien gangguan jiwa.

"Kami menyiapkan mulai Januari 2024, khusus perawatan jiwa. Hingga saat ini layanan yang diberikan kepada pasien gangguan jiwa adalah rawat jalan. Kami masih bekerja sama untuk layanan rawat inap pasien gangguan jiwa dengan rumah sakit lainnya," kata Iwan di Bandung dilansir ANTARA, Rabu, 13 Desember.

Dengan demikian, kata dia, diharapkan pada pemilu yang berlangsung Februari 2024, ruang rawat kejiwaan khusus yang memiliki kapasitas 20 orang tersebut sudah efektif digunakan untuk merawat caleg yang mengalami gangguan jiwa.

Iwan mengatakan gangguan jiwa juga dapat mengganggu fisik, seperti gejala penyakit lambung dan bagian tubuh lainnya. Penyakit terkait gangguan jiwa ini harus dikoordinasikan dengan dokter lain di bidangnya.

"Kami berupaya ada ruang rawat khusus, bagi pasien yang dikhawatirkan mencederai diri sendiri dan lingkungan sekitar. Kami masih siapkan, semoga Januari bisa digunakan," katanya.

Sementara itu, Dokter Spesialis Jiwa RSHS Santi Andayani menjelaskan ciri-ciri orang dengan gangguan jiwa, yang dapat dialami oleh para caleg yang gagal terpilih pada Pemilu 2024, dengan gejala seperti mudah marah atau mengamuk.

"Ada juga yang tidak selalu menampilkan gangguan jiwa seperti marah atau mengamuk, yaitu tidak bisa tidur, nyeri ulu hati, tidak enak badan," kata Santi.

Ia mengatakan, jika ada caleg yang malu untuk menjalani rawat jalan, bisa menggunakan kanal telekonsultasi melalui ponsel, dengan wawancara dan penilaian juga dilakukan dari sana.

Santi mengatakan penyebab caleg mengalami gangguan jiwa, di antaranya tidak siap dengan konsekuensi jika yang bersangkutan mengalami kekalahan.

Padahal, menurut dia, dalam sebuah pertandingan atau lomba sekalipun, siapa pun harus siap kalah atau gagal.

"Mereka tidak pernah mengukur risiko kegagalannya seperti apa. Kematangan persiapannya seperti apa. Kalau berlomba kan tidak hanya kesiapan fisik yang diperlukan, tetapi juga mental," tuturnya.