Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron memastikan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaganya pasti disertai bukti.

Buktinya, banyak koruptor divonis bersalah ketika perbuatannya disidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).

Hal ini disampaikan Ghufron menanggapi pernyataan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut tiga, Mahfud MD yang menyinggung ada OTT yang tak cukup bukti yang belakangan diralat.

“Pernyataan Pak Mahfud bahwa tangkap tangan KPK ada yang kurang bukti itu tidak berbasis data bahkan cenderung mustahil. Sejauh ini, hingga hari ini tangkap tangan KPK terhadap pelaku koruptor tidak ada yang tidak terbukti dalam proses sidang pengadilan,” kata Ghufron dalam keterangan tertulis yang dikutip Senin, 11 Desember.

Ghufron menyebut tangkap tangan sudah diatur dalam Pasal 1 Ayat 19 KUHAP. Perundangan ini menyebut operasi senyap yang dilakukan harus disertai bukti.

Sehingga, tak mungkin kegiatan tersebut dipaksakan jika tak ada barang bukti yang ditemukan. “Minimal terdapat saksi dan barang bukti uang,” tegasnya.

“Jadi tidak mungkin tangkap tangan kurang bukti dan bukan tangkap tangan jika buktinya kurang,” sambung Ghufron.

Adapun Mahfud menyebut ada OTT yang kurang bukti saat menghadiri Dialog Kebangsaan dengan Mahasiswa Indonesia se-Malaysia di Kuala Lumpur, Jumat, 8 Desember. Ketika itu, dia menyebut akan memperkuat KPK jika terpilih di Pilpres 2024.

Namun, Mahfud juga tak mau lembaga itu jadi terlihat hebat meskipun ada prosedur yang tak tepat. “Karena dulu banyak juga, pak, karena KPK sangat bagus prestasinya setiap kesalahannya oleh rakyat itu dianggap benar saja. Padahal kesalahannya juga banyak. Itu tidak boleh terjadi lagi,” kata dia saat itu.

Adapun salah satu kesalahan yang disinggung Mahfud adalah melakukan OTT tapi buktinya tak cukup. “Dipaksakan juga ke penjara juga bisa terjadi. Makanya UU KPK-nya direvisi,” tegasnya.

Hanya saja, Mahfud belakangan meralat pernyataan tersebut. Dia bilang bukan tangkap tangan yang dimaksud tapi penetapan tersangka.

“Saya perbaiki, bukan OTT tapi menetapkan orang sebagai tersangka (padahal, red) buktinya belum cukup. Sampai bertahun-tahun itu masih tersangka terus,” ujarnya setelah menghadiri acara Hari Antikorupsi Sedunia bersama relawan Ganjar-Mahfud di Bandung, Sabtu, 9 Desember.

“Itulah sebabnya, dulu dalam revisi UU KPK itu muncul agar diterbitkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) bisa diterbitkan KPK,” ungkapnya.

Mahfud kemudian menyinggung ada sejumlah tersangka yang hingga saat ini tak jelas nasibnya karena kasus yang menjeratnya tak cukup bukti. “Kan menyiksa orang itu, tidak boleh,” ungkap Menko Polhukam tersebut.

Sementara untuk OTT, sambung Mahfud, selama ini sudah dilakukan dengan baik oleh komisi antirasuah. Apalagi, tidak pernah ada orang yang lolos dari jerat hukum.

“Makanya itu diperbaiki besok agar orang tidak tersandera seumur hidup jadi tersangka tapi tidak pernah dibawa ke pengadilan,” pungkasnya.