Kejati Aceh Susun Dakwaan Kasus Korupsi Pengadaan Sapi Rp2,37 Miliar
Arsip foto - Tiga tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan sapi di Kantor Kejati Aceh, Banda Aceh. ANTARA/HO-Penkum Humas Kejati Aceh

Bagikan:

BANDA ACEH - Tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Aceh menyusun surat dakwaan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan sapi di Kabupaten Aceh Tenggara dengan nilai anggaran mencapai Rp2,37 miliar.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh Ali Rasab Lubis mengatakan dakwaan tersebut disusun untuk segera dilimpahkan ke pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh.

"Kasus pengadaan sapi ini sudah dilaksanakan tahap dua atau pelimpahan dari penyidik ke JPU. Dan kini, JPU sedang menyusun surat dakwaan untuk dilimpahkan ke pengadilan," kata Ali Rasab dilansir ANTARA, Senin, 4 Desember.

Ada tiga tersangka yakni berinisial M selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan sapi pada Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara tahun anggaran 2019.

Kemudian, berinisial A selaku Direktur CV MRM yang merupakan perusahaan pemenang lelang dan pelaksana pengadaan sapi. Serta MR, selaku pengendali dan penyuplai sapi kepada CV MRM.

"Terhadap ketiga tersangka, penyidik menahan mereka dan dititipkan di Rutan Kelas IIB Banda Aceh. Penahanan tersangka untuk memudahkan proses penyidikan, serta mencegah tersangka melarikan diri dan merusak barang bukti," katanya.

Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut berawal dari pengadaan 200 ekor sapi oleh Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara pada tahun anggaran 2019. Anggaran pengadaan bersumber dari dana otonomi khusus Aceh yang dialokasikan kepada kabupaten kota.

Selanjutnya, Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara melaksanakan pelelangan dan dimenangkan CV MRM dengan nilai kontrak sebesar Rp2,37 miliar lebih.

Akan tetapi, A selaku Direktur CV MRM tidak melaksanakan pekerjaan pengadaan sapi. Tersangka A mengaku perusahaannya dipinjam oleh tersangka MR. MR juga pegawai negeri sipil di Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara.

"Dari hasil pemeriksaan, peminjaman perusahaan tanpa ada surat kuasa, baik di bawah tangan maupun akte notaris Tersangka A mengaku hanya menerima fee dari nilai kontrak," kata Ali Rasab Lubis.

Selanjutnya, MR selaku peminjam perusahaan dan juga pengendali penyuplai menggunakan perusahaan UD SK membeli sapi di Simalungun, Sumatera Utara.

"Sapi tersebut dibeli oleh pekerja MR atau orang suruhannya. Pekerja MR tersebut tidak mengetahui spesifikasi teknis sapi yang dibeli. Ia hanya diperintah membeli sapi betina dengan tinggi berkisar 102 hingga 104 centimeter sebanyak 200 ekor. Sapi dibeli secara eceran pada agen maupun pedagang sapi," katanya.

Pada saat serah terima pekerjaan dan pemeriksaan kesehatan sapi-sapi tersebut, ternyata tidak sesuai dengan dokumen kontrak. Kondisi sapi lemah, kurus, dan sakit-sakitan. Sapi-sapi tersebut ditempatkan di UPTD Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara serta dititipkan kepada peternak.

Dari 200 ekor sapi tersebut, 81 ekor di antaranya mati yang dibuktikan dengan surat keterangan kematian. Sedangkan 119 ekor lainnya tidak jelas keberadaannya.

"Berdasarkan hasil audit Inspektorat Aceh, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp1 miliar lebih. JPU segera melimpahkan berkas perkara ini ke pengadilan setelah surat dakwaan selesai disusun," kata Ali Rasab Lubis.