Bagikan:

JAKARTA - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut tiga, Mahfud MD berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera bangkit setelah Firli Bahuri diberhentikan sementara gara-gara jadi tersangka.

Diketahui, Firli diberhentikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) gara-gara ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi dari eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Kasus ini sekarang sedang ditangani Polda Metro Jaya.

“Hendaknya bangkit kembali sesudah terpuruk karena kasus pimpinannya yang ternyata juga tidak profesional sampai ada yang ditangkap, ada diintervensi,” kata Mahfud kepada wartawan di Banten, Jumat, 1 Desember.

Mahfud menilai pemberantasan korupsi di Indonesia memang harusnya independen. Lembaganya pun harus dikawal sehingga kejadian semacam ini tak lagi terjadi.

Sebab, intervensi terhadap lembaga semacam komisi antirasuah bisa saja tak hanya datang dari kepala negara. Tapi juga pihak lain seperti partai politik, kata Mahfud.

“Menurut saya intervensi ke KPK itu bukan hanya dari presiden kalau memang betul ada. Dari yang lain-lain juga sejauh yang saya dengar banyak dari politik parpol, dari pejabat-pejabat yang melakukan lobi-lobi untuk mengganggu penegakan hukum,” tegasnya.

“Nah, ke depannya tidak boleh (ada lagi intervensi, red). Pemerintah yang akan datang harus memastikan bahwa lembaga penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi benar-benar diberi independensi dan disediakan dana yang cukup dari negara serta dikawal agar mereka ini benar-benar profesional,” sambung Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Firli ditetapkan sebagai tersangka setelah gelar perkara dilakukan Polda Metro Jaya. Ada 30 saksi yang diperiksa per Rabu, 29 November.

Dari puluhan saksi itu, tiga di antaranya merupakan mantan petinggi Kementan yakni, Syahrul Yasin Limpo, mantan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Muhammad Hatta.

Adapun, Firli Bahuri yang telah berstatus tersangka dipersangkakan dengan Pasal 12e, 12B atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP. Sehingga, terancam pidana penjara seumur hidup.