Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membenarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengamuk dan minta pengusutan dugaan korupsi pengadaan e-KTP dihentikan.

Hal ini disampaikan Alexander menanggapi cerita eks Ketua KPK Agus Raharjo yang mengaku pernah dipanggil menghadap Presiden Jokowi sendirian ke Istana Negara, Jakarta. Dalam pertemuan itu, ternyata ada permintaan untuk menghentikan pengusutan dugaan korupsi pengadaan e-KTP yang melibatkan eks Ketua DPR Setya Novanto.

"Ya, Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," kata Alexander saat dikonfirmasi, Jumat, 1 Desember.

Meski mengamuk, komisi antirasuah saat itu tak gentar. Sebab, surat perintah penyidikan (sprindik) dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut sudah diterbitkan.

"(Permintaan Jokowi, red) ditolak karena sprindik sudah terbit dan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan. Kami juga sudah mengumumkan tersangka," tegas Alexander yang juga menjadi Wakil Ketua KPK di zaman kepemimpinan Agus Rahardjo.

Diketahui, Agus menjadi Ketua KPK periode 2015-2019. Alexander Marwata saat itu menjadi wakil bersama Laode M. Syarif, Saut Situmorang, dan Basaria Panjaitan.

Agus Rahardjo blak-blakan mengungkap dirinya pernah diamuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta. Belakangan diketahui dia diminta untuk menghentikan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menyeret eks Ketua DPR Setya Novanto.

Dalam tayangan YouTube Kompas TV, Agus mengatakan dia tak pernah mengungkap peristiwa ini. Awalnya, Rosiana Silalahi sebagai pembawa acara bertanya ada tidaknya upaya KPK dijadikan alat kekuasaan dan Agus bercerita pernah dipanggil sendirian menghadap Jokowi saat pengusutan kasus korupsi e-KTP dilakukan.

"Waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh Presiden dan pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara). Saya heran biasanya memanggil berlima ini kok sendirian," kata Agus dalam tayangan yang dikutip Jumat, 1 Desember.

Kedatangannya ini pun terkesan senyap karena Agus tak lewat depan ruang wartawan. "Tapi lewat pintu dekat masjid kecil," ujarnya.

Saat masuk ke dalam ruangan, Agus mendapati Presiden Jokowi sudah mengamuk.

"Presiden sudah marah, menginginkan, karena baru saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'. Saya heran apa yang dihentikan," ungkap Agus.

 

Setelah dia duduk, akhirnya Agus mendapat penjelasan maksud pernyataan Jokowi adalah menghentikan kasus e-KTP yang menyeret nama Setya Novanto yang menjabat sebagai Ketua DPR. Tapi, Agus mengatakan hal ini tak bisa dilakukan karena surat perintah penyidikan (sprindik) sudah dikeluarkan.

"Sprindik itu, karena KPK tidak punya SP3 (Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara) tidak mungkin saya hentikan, saya batalkan," ujarnya.

Agus mengaku dirinya tak peduli dengan amukan Presiden Jokowi. Ia tetap jalan karena ketika UU KPK belum direvisi, lembaga ini tidak berada langsung di bawah kepala negara.

Agus juga bercerita Presiden Jokowi bertanya tentang berkas perkara yang disebutnya sudah dikeluarkan yaitu sprindik.

"Pak Presiden juga bertanya kepada Pak Mensesneg, Pak Pratik, sprindik itu apa toh?" ungkapnya menirukan pernyataan Jokowi.

"Jadi itu kejadiannya yang ada saat itu," sambungnya.