Bagikan:

JAKARTA - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno membantah bahwa sikap pemerintah yang ingin menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar secara serentak di tahun 2024 karena ada kepentingan tertentu.

Hal ini terkait sikap pemerintah yang menolak revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) usulan DPR RI. dalam RUU Pemilu, jadwal pilkada dinormalisasi. Pilkada 2017 dilanjutkan tahun 2022, Pilkada 2018 dilanjutkan 2023.

Kata Pratikno, Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 Tentang Pilkada telah mengatur Ketentuan Pilkada serentak dilaksanakan bulan November tahun 2024. 

"Jadi Pilkada serentak bulan November tahun 2024 itu sudah ditetapkan di dalam undang-undang Nomor 10 tahun 2016. Masak sih, undang-undang belum dilaksanakan terus kemudian kita sudah mau mengubahnya?" ucap Pratikno dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, 16 Februari.

Apalagi, kata Pratikno, UU Pilkada sudah disepakati bersama oleh DPR dan Presiden. Oleh karena itu, pemerintah tidak mau mengubah undang-undang yang sudah diputuskan tapi belum dijalankan. 

 

"Tolong jangan di balik-balik, seakan-akan pemerintah yang mau mengubah undang-undang. Pemerintah justru tidak ingin mengubah undang-undang yang sudah ditetapkan tapi belum kita laksanakan. Kaitanya dengan Pilkada serentak itu," jelasnya.

"Kalaupun ada kekurangan hal-hal kecil di dalam implementasi, itu nanti KPU melalui PKPU yang memperbaiki lah," lanjut dia. 

Sebagai informasi, tanggal 26 November 2020, DPR RI membuat draf usulan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu). RUU ini, jika disahkan, akan merevisi undang-undang kepemiluan yang telah ada.

Salah satu ketentuan yang termuat dalam RUU Pemilu adalah menormalisasi jadwal pilkada. Dari Pilkada 2017 dilanjutkan ke tahun 2022 dan Pilkada 2018 dilanjutkan ke 2023. RUU ini merevisi ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur bahwa pilkada selanjutnya diserentakkan tahun 2024. 

Awalnya, hanya Fraksi PDI Perjuangan yang memberi catatan bahwa sebenarnya mereka menginginkan pilkada digelar tahun 2024. 

Kemudian, dikabarkan Presiden Joko Widodo melakukan diskusi dengan para pimpinan partai politik, yang salah satunya membahas soal penyelenggaraan pilkada. Sampai akhirnya, Komisi II DPR RI menyatakan akan membatalkan pembahasan RUU Pemilu.