Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia geram rapat pembahasan PKPU pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan batas minimal usia capres dan cawapres tak dihadiri KPU. Padahal, KPU telah berkirim surat ke Komisi II DPR sejak 6 November 2023 yang sifatnya penting.

"Nah biasanya pada saat kita membahas atau adanya permohonan konsultasi rancangan peraturan baik itu KPU, Bawaslu semuanya lengkap hadir, terutama DKPP ini. Tapi hari ini dari KPU tidak ada satu pun yang hadir," ujar Doli saat membuka RDP di Komisi II DPR, Senin, 20 November.

Sedianya, Komisi II DPR menggelar RDP dengan Dirjen Polpum Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP untuk agenda konsultasi penyesuaian PKPU hasil putusan MA dan konsultasi Rancangan Per-bawaslu hari ini, pukul 10.00 WIB. Namun, ternyata KPU tidak dapat memenuhi undangan lantaran semua komisioner tengah berada di luar negeri.

"Jadi kami baru menerima surat terimanya hari Minggu, permohonan penundaan karena semuanya sedang berada di luar negeri. Saya nggak tahu ya gimana tata cara pengelolaan kantor, bisa tidak ada satu pun komisioner termasuk sekjennya enggak ada di dalam negeri. Kami saja di sini yang sekarang sibuk dengan urusan dapil ya terpaksa harus ada yang datang satu pun," tegas legislator Golkar itu.

Doli pun heran jika semua anggota dan pimpinan serta kesekretarian KPU berada di luar negeri, lantas bagaimana pertanggungjawaban mereka. Apakah harus pula dilaporkan ke DKPP, padahal pembahasan penting soal PKPU tidak bisa ditunda lantaran Pemilu 2024 hanya tinggal menghitung hari saja.

"Saya enggak tahu ini harus dilaporkan apa gimana sama DKPP ini. Terus yang urusin kantor di sini siapa? Siapa penangungjwabnya ya kan. Padahal mereka mengirimkan surat permohonan sifatnya penting, dan kami Komisi II selalu komit kalau ada surat yang berkaitan soal penyelenggaraan pemilu baik permohonan perbawasu atau PKPU kami tidak pernah menunda, itu kami jadi prioritas utama," kata Doli.

Doli lantas memberi catatan sikap KPU masuk dalam pelanggaran etik yang harus diperhatikan DKPP.

"Jadi ini menjadi catatan kita sebelum kita mulai, terutama DKPP ini pelanggaran etik tidak? Etik manajemen pekerjaan ya nggak pak? Masa kantor ditinggal semuanya pergi sesekjen-sekjennya pergi semua," imbuhnya.