Bagikan:

JAKARTA - Ketua Satuan Tugas MPox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Hanny Nilasari mengatakan cacar monyet atau monkeypox tak perlu terlalu ditakuti.

Menurutnya, penyakit dengan mana lain monkeypox atau mpox itu manifestasinya lebih ringan dengan mortalitas lebih kecil tetapi pencegahan tetap utama. Cacar monyet merupakan penyakit zoonosis disebabkan virus Monkeypox (MPXV), satu genus dengan virus Variola.

"Manifestasi klinisnya lebih ringan dan komplikasinya lebih jarang dan angka kematian lebih rendah, disebutkan beberapa literatur, angka kematian terkait Mpox generasi saat ini hanya kurang dari 0,1 persen," kata Hanny dalam acara media terkait MPox yang digelar daring, Selasa 7 November, disitat Antara.

Hanny yang tergabung dalam Kelompok Staf Medis Dermatologi dan Venerologi di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo itu mengatakan, penyakit ini lebih dari 90 persen ditularkan melalui kontak erat dan terutama kontak seksual sehingga menghindari kontak fisik dengan pasien terduga Mpox merupakan suatu hal yang diutamakan.

"Tidak menggunakan barang bersama misalnya handuk atau pakaian, atau perlengkapan tidur dan sebagainya," kata dia.

Hanny mengatakan, populasi berisiko tinggi, yakni mereka yang berganti-ganti pasangan atau multi-partner, melakukan kontak seksual sesama jenis (sesama lelaki) serta kondisi imunokompromais seperti autoimun dan penyakit kronis lainnya.

"Hubungan seksual harus dilakukan secara aman dengan menggunakan kondom serta melakukan vaksinasi," ujar dia.

Lebih lanjut, terkait pencegahan cacar monyet, Kementerian Kesehatan sebelumnya menyarankan orang-orang untuk menghindari segala jenis kontak kulit dengan bahan apapun seperti tempat tidur yang pernah bersentuhan dengan pasien terkonfirmasi, memisahkan diri dari pasien terinfeksi, melakukan pola hidup bersih sehat termasuk rutin mencuci tangan setelah kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi.

Kemudian, berbicara gambaran klinis cacar monyet, Hanny merujuk data dari sebuah jurnal kedokteran Travel Medicine and Infectious Disease tahun 2022 meliputi ruam kulit sebagai menjadi masalah paling banyak ditemukan, kemudian pembesaran kelenjar betah bening, demam atau meriang, nyeri otot dan perdarahan di area rektum atau saluran cerna.

Dia menyarankan masyarakat umum mengunjungi dokter bila mengalami gejala lesi kulit yang tidak khas dan didahului demam.