Bagikan:

JAKARTA - Ratusan warga dari Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 2 November.

Mereka meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung untuk tegak lurus mengimplementasikan Peraturan Perundang-Undangan terkait Tapal Batas, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 76 Tahun 2014.

"Kami tetap ingin bertahan supaya Permendagri itu tetap yang lama, jadi itu tuntutan kami. Saya mewakili masyarakat Muratara ingin menyuarakan agar Permendagri itu tidak di ubah-ubah," ujar Koordinator Perwakilan Masyarakat Muratara, Heradi SE di Depan Gedung DPR RI, Senayan, Kamis 2 November. 

Heradi mengingatkan, agar SKB yang sudah menjadi HGU di beberapa perusahaan di daerahnya tetap berlanjut. Sebab kata dia, banyak warga masyarakat yang sudah menggantungkan hidupnya dari perusahaan tersebut.

"Penduduk kami sudah banyak yang bekerja di investor-investor daerah kami, kalau ini sempat diambil alih oleh SKB, ini pegawai-pegawai yang kerja akan setop padahal ada ribuan karyawan yang menggantungkan hidupnya disitu," katanya.

Heradi yang juga kepala desa di Kecamatan Rawas Ilir itu mengungkapkan, aksi yang digelar di depan gedung DPR ini merupakan reaksi dan keresahan atas Kunjungan Kerja Komisi II DPR RI baru-baru ini ke Musi Rawas. Di mana dalam kesempatan itu, jelasnya, Komisi II menyampaikan pernyataan akan menyampaikan masukan ke Mendagri agar merevisi Permendagri 76 Tahun 2014 Tentang Batas Wilayah Kab Muratara dengan Kab Musi Banyuasin.

Padahal, kata Heradi, saat ini desa-desa yang berada di Perbatasan Kabupaten Musirawas Utara dan Kabupaten Musi Banyuasin terdiri dari 5 (lima) desa telah menjalani kehidupan sehari hari secara damai, tenteram dan berhubungan baik antara masyarakat dua kabupaten.

"Jauh sebelum terbitnya Permendagri 76 Tahun 2014, kami telah tinggal di Musi Rawas Utara telah melaksanakan kehidupan yang nyaman, bersahaja, bersosial, bermasyarakat, dan tempat mencari rezeki demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi belakangan situasi kami menjadi tidak kondusif," ungkap Heradi.

Heradi mengatakan, situasi mulai tidak kondusif sejak masuknya PT. Sentosa Kurnia Bahagia (PT. SKB) pada tahun 2012 dengan cara melakukan Land Clearing. Yakni dengan melakukan penggusuran lahan dan penanaman sawit di sekitar wilayah desanya.

Dia juga mengingatkan, bahwa proses terbitnya Permendagri 76 Tahun 2014 telah melalui proses panjang perjuangan Masyarakat Muratara. Mulai dari Pembentukan Komite Persiapan, aksi massa ribuan orang dan bahkan sampai memakan korban jiwa hingga akhirnya diterbitkan UU Nomor 16 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara di Provinsi Sumatera Selatan.

"Muratara merupakan pemekaran dari Kabupaten Musi Rawas. kami telah melaksanakan Pemilu Legislatif, Pemilu DPRD/DPR, Pemilihan Kepala Daerah sebanyak 2 (dua) kali dan pemilihan Kepala Desa," ucap Heradi.

Di sisi lain, tambah Heradi, warga Muratara menilai kunjungan kerja Komisi II DPR terkesan berupaya untuk memberikan masukan kepada Mendagri untuk merevisi atau mengubah Permendagri Nomor 76 Tahun 2014. Padahal menurutnya, aturan ini telah berkekuatan hukum tetap setelah diuji materi ke Mahkamah Agung hingga tiga kali.

"Permendagri 76 telah 'Berkekuatan Hukum Tetap' karena telah dilakukan uji materiil sebanyak 3 kali di Mahkamah Agung, dimana keputusannya menolak semua. Kami menegaskan Permendagri 76 2014 tidak dapat diganggu gugat lagi. Janganlah ada upaya-upaya untuk merubah atau merevisi," kata Heradi.