Bagikan:

JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyetujui permintaan dari pemohon terkait penyampaian keterangan saksi secara tertulis dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik sembilan hakim konstitusi.

"Kalau yang terakhir ini (keterangan saksi tertulis) kami setuju,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat memimpin persidangan kasus dugaan pelanggaran kode etik atas Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 di Jakarta, Antara, Selasa, 31 Oktober. 

Hal itu disampaikan Jimly menanggapi permintaan Guru besar Universitas Surabaya Hesti Armiwulan sebagai pelapor dari Constitutional and Administrative Law Society (CALS) terkait dugaan kasus pelanggaran kode etik sembilan hakim MK.

Menurut Jimly, langkah tersebut dilakukan untuk memastikan agar jalannya persidangan lebih efektif, mengingat agenda sidang yang sangat singkat.

Ia menegaskan bahwa kesempatan saksi dalam memberikan keterangan tertulis terbuka lebar dan dapat dilakukan sebanyak mungkin.

“Mau kasih tambahan bukti, kesaksian, dan ahli tertulis mau 100 atau 200 lembar juga boleh, tapi tertulis saja tidak usah pakai sidang,” katanya.

Dalam persidangan tersebut sebelumnya, pihak pelapor dari CALS tidak diizinkan untuk menghadirkan saksi secara langsung dalam memberikan keterangan pada persidangan tersebut karena akan berlangsung secara tertutup.

Guru besar Universitas Surabaya Hesti Armiwulan selaku pelapor dalam kasus tersebut meminta kepada MKMK agar saksi bisa memberikan keterangan secara tertulis.

"Kalau memang kami dari CALS tidak diizinkan untuk menghadirkan saksi, maka itu bisa digantikan dengan dokumen tertulis dari saksi,” katanya.

Selain meminta agar saksi bisa memberikan keterangan secara tertulis, Hesti juga berharap agar MKMK dapat membagikan salinan pemeriksaan persidangan sembilan hakim konstitusi dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang digelar secara tertutup, sebagai bentuk transparansi persidangan.