Dugaan Korupsi BP Jamsostek, KSPI Ingatkan 'Pengulangan' Jiwasraya dan Asabri: Jangan Main-Main, Ini Uang Buruh
Ilustrasi. (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI menanggapi mengenai kasus dugaan korupsi atau penyimpangan dana investasi senilai Rp43 triliun di BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek. Presiden KSPI Said Iqbal khawatir kasus ini akan seperti Jiwasraya dan Asabri.

Iqbal mengatakan terdapat dua unsur utama penyebab kerugian dalam kasus mega skandal Jiwasraya dan Asabri. Kedua faktor itu terkait dengan pengelolaan investasi yang berdampak terhadap pemenuhan kewajiban bagi peserta atau nasabah.

Lebih lanjut, Iqbal berujar penyebab kerugian yang pertama adalah investasi bodong, yakni penempatan investasi di instrumen yang tidak ideal. Dalam kasus Jiwasraya dan Asabri, investasi ditempatkan di saham-saham yang kerap disebut gorengan.

"Apakah BPJS Ketenagakerjaan melakukan investasi bodong? Karena ada dugaan terafiliasi dengan Benny Tjokro yang tersangka di (kasus) Jiwasraya dan Asabri, jangan main-main karena ini uang buruh, tolong ini dijelaskan," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 10 Februari.

Penyebab kedua adalah pejabat pengambil keputusan investasi memperoleh keuntungan dari pemilihan investasinya. Iqbal mengatakan bahwa dalam kasus Jiwasraya dan Asabri para pejabat itu 'menerima komisi'.

Praktik tersebut, kata Iqbal merupakan korupsi dalam pengelolaan investasi sehingga harus ditindak. KSPI pun khawatir kedua unsur itu juga terjadi di BP Jamsostek. Sebab, akan menyangkut dana para pekerja.

"Apa jangan-jangan BPJS Ketenagakerjaan ditempatkan di investasi bodong? Tolong dijawab oleh Kejaksaan Agung, harus ada pesan yang lebih transparan karena satu bulan (penyidikan) ini kita enggak tahu apa-apa," ujarnya.

Pengusaha yakin dana pekerja di BP Jamsostek aman

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengimbau agar masyarakat agar tidak terpengaruh isu negatif dengan kasus yang menjerat  BPJS Ketenagakerjaan/BP Jamsostek.

Hariyadi meyakini dana pekerja aman. Alasannya, kasus yang tengah dialami oleh BP Jamsostek berbeda dengan kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri. Sebab, pengawasannya relatif cukup ketat. Karena terdapat perwakilan dari pemberi kerja, serikat pekerja, pemerintah, hingga tokoh masyarakat juga ada.

Lebih lanjut, Hariyadi mengatakan dirinya pernah menjadi Komisaris dan Anggota Dewan Pengawas BP Jamsostek sehingga memahami betul betapa rigid regulasi pengelolaan dana investasi yang menjadi pedoman BP Jamsostek, baik dari regulasi eksternal maupun internal.

"Kami meyakini pengelolaan dana pekerja yang dilakukan oleh BP Jamsostek selama ini dilakukan sesuai prosedur yang baik dan aman," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 10 Februari.

Meski begitu, Hariyadi mengatakan, Apindo juga mendorong BP Jamsostek tetap memberikan pelayanan terbaik kepada peserta di seluruh Indonesia.

"Kami akan menunggu proses hukum berjalan dengan semestinya dan kami harap agar kasus ini bisa segera selesai dan tidak menimbulkan spekulasi serta keresahan di masyarakat terkait keamanan dana pekerja," katanya.

Sekadar informasi, BP Jamsostek diduga melakukan korupsi penyimpangan pengelolaan keuangan dan dana investasi. Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menggeledah kantornya, sejumlah pejabat dan karyawan juga sedang diperiksa sebagai saksi atas pengajuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Per 3 Februari, Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa lima petinggi perusahaan sekuritas sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di BP Jamsostek.

Lima saksi tersebut berinisial BS selaku Direktur PT BRI Danareksa Sekuritas, TM selaku Presiden Direktur pada PT Indo Premier Sekuritas, IC selaku Direktur Utama PT Panin Sekuritas Tbk, NY selaku Head of Equity Sales pada PT Sucor Sekuritas, dan SAP selaku Head Institusi PT Valbury Sekuritas Indonesia.