JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis laporan awal investigasi (preliminary report) terkait kondisi pesawat Sriwijaya Air SJ-182 dari hasil analisis data black box flight data recorder (FDR).
Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo mengaku menemukan autothrottle mengalami anomali sebelum pesawat jatuh.
Autothrottle adalah sistem pengatur gas agar pilot mengatur kecepatan dan dorongan pesawat secara otomatis dalam batas yang aman.
"Authrottle mengalami anomali. Mesin pesawat yang kiri mundurnya terlalu jauh. Sedangkan yang kanan benar-benar tidak bergerak seperti macet," kata Nurcahyo Utomo dalam konferensi pers virtual, Rabu, 10 Februari.
Namun, Nurcahyo mengaku belum mengetahui mesin pesawat bagian kiri atau kanan yang mengalami kerusakan, bila melihat hasil investigasi dari black box FDR atau pencatatan data penerbangan.
"Jadi, kita tidak tahu sebenarnya yang rusak yang kiri atau yang kanan karena dua-duanya menunjukkan sikap yang berbeda. Inilah yang kita belum bisa jelaskan sampai hari ini apakah ada kerusakan autothrottle," tutur dia.
BACA JUGA:
Kata Nurcahyo, penyebab autothrottle mengalami anomali belum diketahui karena autothrottle mendapatkan masukan dari 13 komponen lain. "Mudah-mudahan kita bisa menjawab dengan beberapa komponen yang kita kirim untuk penelitian selanjutnya," tutur dia.
Adapun kronologi data penerbangan sebelum jatuhnya pesawat, mulanya Sriwijaya Air SJ-182 berangkat dari Bandar Udara Internasional soekarno-hatta Jakarta dengan tujuan Bandar Udara Supadio Pontianak pada pukul 14.36 WIB, Sabtu, 9 Januari 2021.
Setelah lepas landas, pesawat ini mengikuti jalur keberangkatan yang sudah ditentukan mengikuti jalur keberangkatan ABASA 2D. FDR mencatat saat pada ketinggian 1.980 kaki, autopilotnya mulai aktif.
"Lalu, pesawat terus naik. Pada ketinggian kira-kira 8.150 kaki, tuas pengatur tenaga mesin (throttle) sebelah kiri bergerak mundur dan tenaga mesin atau putaran mesin juga ikut berkurang. Sedangkan, mesin sebelah kanan tetap," kata Nurcahyo dalam konferensi pers virtual, Rabu, 10 Februari.
Selanjutnya, pada pukul 14.38 WIB detik 51, pilot Sriwijaya Air SJ-182 meminta kepada pengatur lalu lintas udara (ATC) untuk berbelok ke arah 75 derajat karena kondisi cuaca. ATC mengizinkan.
Karena ada perubahan arah, ATC memperkirakan Sriwijaya Air SJ-182 akan bertemu dengan pesawat lain yang berangkat dari Soekarno-hatta landasan selatan.
Meski Sriwijaya Air SJ-182 berangkat dari landasan utara, kedua pesawat ini memiliki tujuan yang sama yaitu Pontianak.
"Karena diperkirakan akan berpapasan, maka SJ-182 diminta untuk berhenti naik di ketinggian 11.000 kaki," tutur dia.
Pada pukul 14.39 WIB detik 47, pesawat melewati ketinggian 10.600 kaki, pesawat berada pada arah 46 derajat dan mulai terlihat berbelok ke kiri. Tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali bergerak mundur, sedangkan yang kanan masih tetap.
Lalu, ATC memberi instruksi kepada pilot SJ-182 untuk naik ke ketinggian 13.000 kaki. Pilot menjawab pada pukul 14.39 WIB detik 59. "Ini adalah komunikasi terakhir yang terekam di rekaman komunikasi pilot dengan ATC di Bandara Soekarno Hatta," ungkap Nurcahyo.
Pukul 14.40 WIB detik 05, FDR merekam ketinggian tertinggi pesawat 10.900 kaki. Setelah ketinggian ini, pesawat mulai turun. Autopilot tiba-tiba tidak aktif. Arah pesawat pada saat itu adalah 16 derajat.
Saat itu, hidung pesawat Sriwijaya Air SJ-182 berada pada posisi naik atau pitch up dan pesawat mulai miring ke kiri. Tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali berkurang, sedangkan yang kanan tetap.
Pukul 14.40 WIB detik 10, FDR mencatat sistem agar pilot mengatur kecepatan dan dorongan pesawat secara otomatis (autothrottle) tidak aktif. Kemudian, sikap pesawat menunduk. 20 detik kemudian, FDR berhenti merekam.