Bagikan:

JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Senin, 23 Oktober. Ia dilaporkan karena diduga melakukan kolusi dan nepotisme saat memimpin gugatan syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

“Tadi kita melaporkan dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme kepada pimpinan KPK,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Erick S. Paat kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Selatan.

Selain Anwar, pihak yang jadi terlapor adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep, dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang kini maju sebagai cawapres Prabowo Subianto. Sementara Erick mewakili pihak terlapor yaitu TPDI dan Persatuan Advokat Nusantara.

Erick menjelaskan ada sejumlah dasar hukum yang mereka gunakan dalam laporan. Di antaranya UUD 1945 ayat 1 dan 3 hingga TAP MPR Nomor 11 MPR 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).

Dia mengklaim laporan yang disampaikannya sudah diterima. Diharap, komisi antirasuah segera bergerak karena aroma nepotisme tercium saat Anwar mengetuk palu pada sidang, Senin, 16 Oktober.

“Kami lihat seolah-olah ada unsur kesengajaan yang dibiarkan,” tegasnya.

“Dalam penanganan perkara ini itu yang kami lihat adalah dugaan kolusi, nepotismenya antara Ketua MK sebagai ketua majelis hakim dengan Presiden Jokowi dengan keponakannya Gibran dan Kaesang,” sambung Erick.

Erick mengingatkan jangan sampai aduan ini dibiarkan begitu saja. “Kalau pemimpinnya sudah melanggar hukum siapa yang mau di dengar siapa yang mau dihormati,” pungkasnya.