Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Genomik Indonesia mengadakan konferensi pertamanya sejak resmi dibentuk pada Agustus 2022 silam.

Ketua Umum AGI Ivan R Sini mengatakan, jika genomik merupakan terminologi baru di Indonesia sehingga pihaknya mengupayakan akan mengadakan sesi ilmiah serupa sesering mungkin.

"Enggak lebih dari setahun sekali, tapi tahun depan kami akan adakan lagi," ujarnya kepada wartawan, Sabtu, 30 September.

Dirinya mengaku antusias karena tujuan diadakan konferensi ini adalah untuk bisa mengisi gap atau kesenjangan yang terjadi antara lain penguatan produk genomik sebab yang selama ini dimanfaatkanIndonesia berasal dari luar negeri yang dianggap masih kurang relevan dengan keadaan di Indonesia.

"Gap kedua adalah gap terhadap pengetahuan, yakni bagaimana memerikan edukasi kepada masyarakat agar lebih memahami implementasi genomik yang bisa digunakan di masa sekarang," beber Ivan.

Ivan menjelaskan, konferensi ini dapat mendorong kolaborasi interdisipliner serta menumbuhkan ide-ide penelitian baru dan memfasilitasi pertukaran pengetahuan di antara para peneliti, pembuat kebijakan, dan perwakilan industri.

"Selain itu, juga akan menyediakan platform untuk diseminasi temuan penelitian baru dan identifikasi kesenjangan penelitian dan arah masa depan," imbuh Ivan.

Pada akhirnya, kata dia, konferensi ini bertujuan untuk memajukan genetika berkelanjutan untuk kesehatan dan pangan di Indonesia demi kepentingan negara dan dunia.

Hadir dalam kesempatan tersebut Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Lucia Rizka Andalusia.

Dia menjelaskan, jika teknologi genomik sudah berkembang pesat dan menjadi ladang minyak baru di Indonesia.

Untuk itu, Kementerian Kesehatan juga turut mengembangkan Biomedical and Genome Science Initiative (BGSI) guna mengembangkan pengobatan yang lebih tepat bagi masyarakat.

Caranya, dengan mengandalkan teknologi pengumpulan informasi genetik (genom) dari manusia maupun patogen seperti virus dan bakteri atau bisa disebut dengan Whole Genome Sequensing (WGS).

"Kenapa? Karena teknologi ini harus diimbangi dengan regulasi yang baik. Kalau tidak akan berakibat negatif karena ada unsur etik, legal dan sebagainya," lanjut Lusia.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi meluncurkan Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi) di Gedung Eijkman RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), pada 14 Agustus lalu,

Melalui BGSi, metode WGS akan dimanfaatkan untuk penelitian pengembangan pengobatan pada enam kategori penyakit utama lainnya, yaitu kanker, penyakit menular, penyakit otak dan neurodegeneratif, penyakit metabolik, gangguan genetik, dan penuaan.

Dalam implementasinya, BGSi dilaksanakan di tujuh rumah sakit vertikal yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono, RSPI Sulianto Saroso, RSUP Persahabatan, RS Kanker Dharmais, RSUP Sardjito, hingga RS Prof I.G.N.G. Ngoerah.