JAKARTA - Bareksrim Polri dan jajarannya masih memetakan adanya pasar-pasar lain yang menggunakan dinar dan dirham sebagai alat transaksi, setelah terungkapnya Pasar Muamalah di Depok beberapa waktu lalu.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, sejauh ini pemetaan dilakukan oleh Polda di wilayah masing-masing. Nantinya jika ditemukan bakal langsung ditindaklanjuti.
"Bareskrim terus mendatakan kegiatan sejenis seperti di Depok ini terus didalami oleh Bareskrim juga satuan satuan kewilayahan yang ada di Indonesia," ucap Rusdi, Jumat, 5 Februari.
Tapi, Rusdi belum menyampaikan hasil pemetaan sementara.
"Masih didatakan," kata dia.
Adanya indikasi pasar serupa dengan Pasar Muamalah merujuk dari twit akun Twitter @Pencerah__. Pemilik akun itu menulis, pasar yang menggunakan dinar dan dirham sudah terjadi cukup lama dan itu berada di beberapa lokasi.
“Dari hasil penelusuran saya, sudah ada beberapa pasar Muamalah di beberapa daerah Nusantara. Seperti di Yogyakarta, Bekasi dan di Depok-Jawa barat,” sambung @Pencerah__.
Hal ini terbukti ketika Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyebutkan menemukan pasar yang diduga memiliki jaringan dengan Pasar Muamalah di Kabupaten Bantul.
"Sejauh ini di kabupaten lain belum ada kecuali di Kabupaten Bantul," kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag DIY, Yanto Apriyanto.
Semenjak muncul kasus Pasar Muamalah yang didirikan Zaim Saidi di Jalan Raya Tanah Baru, Beji Depok, Jawa Barat, mereka bersama Bank Indonesia, serta Polda DIY berkoordinasi memantau jaringan pasar itu di DIY.
Bahkan, pemerintah Kabupaten Bantul sebelumnya telah menutup tiga pasar di Bantul yang diduga jaringan Pasar Muamalah karena transaksi pembayarannya menggunakan mata uang asing berupa koin dirham dan dinar.
Ketiganya berlokasi di Kecamatan Sedayu, timur RSUD Panembahan Senopati Bantul di Desa Trirenggo, dan di Jalan Parangtritis km 4,3 Saman, Desa Bangunharjo, Sewon.
Untuk para pedagang pasar di Jalan Parangtritis Bantul yang diduga berjejaring dengan Pasar Muamalah, kata Yanto, biasanya melakukan transaksi jual beli dengan menggunakan mata uang asing berupa koin dirham dan dinar setiap Minggu hari pasaran Legi. Sedangkan hari-hari biasa tetap menggunakan mata uang rupiah.
"Tapi di hari-hari biasa tidak menutup kemungkinan mereka juga menerima mata uang dinar dan dirham juga," kata dia.
Menurut dia, pemerintah telah melakukan pendekatan dengan meminta pengelola pasar itu menghindari penggunaan mata uang asing dalam bertransaksi karena melanggar UU Nomor 7/2011 tentang Mata Uang.
"Kalau hanya untuk memberdayakan UMKM tidak masalah asal mata uangnya jangan mata uang asing. Silakan mengembangkan UMKM, tapi kalau menggunakan selain mata uang rupiah ya terpaksa kita melaksanakan tindakan," kata dia.
Terlepas dari hasil kerja Polri dalam mengungkap pasar lainnya, penggunaan dinar dan dirham sebagai alat transaksi menang dilarang di Indonesia. Bahkan, perihal itu sudah ada aturannya.
BACA JUGA:
Direktur Eksekutif sekaligus Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan hal ini sesuai dengan ketentuan di Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam beleid itu disebutkan bahwa mata uang yang dikeluarkan negara hanyalah rupiah, sehingga menjadi alat pembayaran masyarakat.
Karena itu, kata Erwin, bank sentral nasional mengimbau masyarakat hanya bertransaksi menggunakan alat pembayaran yang sah. Selain itu, pembayaran menggunakan rupiah jauh lebih aman karena sudah diakui oleh negara sebagai alat pembayaran.
"Kami menegaskan bahwa dinar, dirham atau bentuk-bentuk lainnya selain uang rupiah bukan merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI," kata Erwin.
Sebagai informasi, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menangkap Zaim Saidi yang merupakan pendiri Pasar Muamalah Depok.
Penangkapan itu berlangsung pada Selasa, 2 Februari malam. Berdasarkan pemeriksaan, pasar itu sejak 2014. Tetapi, pasar ini hanya beroperasi dua minggu sekali.
Selain itu, dalam perkara ini Zaim menggunakan dinar dan dirham sebagai pengganti rupiah. Dalam penggunaan mata uang itu, dia mengambil keuntungan sebesar 2,5 persen.
Dalam perkara ini, Zaim dipersangkakan dengan Zaim Zaidi diancam dengan Pasal 9 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang hukum pidana dan Pasal 33 Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.