Bagikan:

JAKARTA - Pakar medis mengingatkan bahwa gejala limfoma dapat mirip dengan tuberkulosis, seperti berkeringat di malam hari dan benjolan di leher. Oleh karena itu, diagnosis penyakit TB yang tidak membaik setelah 10 hari pengobatan harus menimbulkan kecurigaan terhadap masalah lain, seperti limfoma.

Berbicara antara limfoma dan TB, pakar penyakit dalam di Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Dr dr Andhika Rahman, SpPD-KHOM mengatakan memang ada kemiripan gejala.

Oleh karena itu, Andhika mengingatkan khususnya pada tenaga medis untuk bisa menyelesaikan diagnosis penyakit TB setidaknya 10 hari sejak pasien mendapatkan obat antituberkulosis (OAT).

Bakteri penyebab TB diketahui adanya cepat membelah diri, lambat dan bahkan tidur. OAT bekerja pada bakteri yang cepat membelah diri sehingga pasien akan menunjukkan perbaikan dan merasa sudah sembuh.

Namun, apabila tak ada perbaikan, maka perlu dicari tahu tentang masalah lain karena bisa jadi gejala yang dialami pasien bukan TB melainkan limfoma.

“Benjolan akibat limfoma biasanya berjumlah tidak hanya satu melainkan banyak karena benjolan bisa muncul di sepanjang sepanjang kelenjar getah bening di seluruh bagian tubuh. Benjolan ini umumnya bertambah besar dan tak terasa sakit,” tutur Andhika, dilansir dari ANTARA, Sabtu, 16 September.

Selain benjolan, pertanda limfoma antara lain demam terus menerus, gatal-gatal di kulit, penurunan berat badan secara signifikan dan sesak napas.

Berbicara faktor risiko, sejumlah hal yang meningkatkan risiko seseorang terkena limfoma salah satunya usia. Beberapa tipe limfoma lebih umum dialami dewasa muda, sementara yang lain lebih sering terdiagnosis pada usia lebih dari 55 tahun.

Laki-laki diketahui lebih mungkin mengembangkan limfoma dibandingkan wanita. Menurut Andhika, ini salah satunya karena mereka lebih sering terpapar bahan-bahan karsinogenik.

Di sisi lain, mereka dengan sistem imun yang terganggu atau orang yang mengonsumsi obat yang menekan sistem kekebalan tubuh lebih sering mengalami limfoma. Juga, orang yang mengembangkan infeksi tertentu berhubungan dengan peningkatan risiko limfoma, termasuk virus Epstein-Barr dan infeksi Helicobacter pylori.