Bagikan:

JAKARTA - Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, diperingatkan agar tak menyela jaksa penuntut umum (JPU) ketika membacakan surat tuntutan kasus dugaan suap dan gratifikasi periode 2013 hingga 2023.

Peringatan itu disampaikan Hakim ketua Rianto Adam Pontoh di awal persidangan.

"Jangan saudara potong atau beri komentar pada saat penuntut umum membacakan surat tuntutannya, ya saudara paham ya," ujar Hakim ketua Rianto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 13 September

Sebelum peringatan itu disampaikan, Hakim ketua Rianto juga sempat menjelaskan agenda sidang hari ini. Kemudian, meminta terdakwa Lukas Enembe agar tertib selama persidangan.

"Sebelum penuntut umum membaca tuntutan, perlu saya ingatkan kepada saudara terdakwa ini acaranya adalah pembacaan tuntutan pidana dari penuntut umum," ungkapnya.

"Saudara mendengarkan secara seksama dan tertib, untuk mendengar tuntutan dari penuntut umum, yang dibacakan oleh penuntut umum sampai selesai, ya," sambung Hakim ketua Rianto.

Diakhir pernyataannya, Hakim ketua Rianto menyampaikan Lukas Enembe akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan pembelaan. Namun, setelah jaksa rampung membacakan tuntutan.

"Nanti setelah selesai pembacaan tuntutan saudara dan penasehat hukum saudara punya hak untuk menyusun pembelaan, ya, supaya persidangan ini tertib. Saudara terdakwa paham ya," kata Hakim ketua Rianto.

Sedianya, Lukas Enembe didakwa menerika suap senilai Rp45,8 miliar dari beberapa pihak.

Rinciannya, Rp10,4 miliar dari PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi. Kemudian, Rp35,4 miliar dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.

Uang tersebut diberikan kepada Lukas Enembe guna memenangkan perusahaan milik Piton dan Rijatono dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.

Sementara untuk gratifikasi, Lukas Enembe didakwa menerima Rp1 Miliar. Uang itu didapat dari Direktur PT Indo Papua Budy Sultan melalui Imelda Sun yang dikirim melalui nomer rekening Lukas.

Dalam perkara ini, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kemudian, Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.