Sulbar Berstatus Darurat Bencana Hidrometeorologi hingga 30 Maret 2024
Ilustrasi. Petugas BMKG menunjuk monitor citra satelit cuaca saat memantau prakiraan cuaca. (Antara)

Bagikan:

SULBAR - Pemerintah Provinsi (Pemrov) Sulawesi Barat (Sulbar) telah menetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi di wilayahnya. Status itu diberlakukan hingga 30 Maret 2024.

"Pemprov Sulbar telah menetapkan Surat Keputusan Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi sejak 30 Agustus 2023 dan berlaku hingga 30 Maret 2024," kata Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulbar Amir Maricar di Mamuju, Sulbar, Jumat 8 September, disitat Antara.

Amir mengatakan Pemrov Sulbar telah mengambil langkah antisipasi kemungkinan terjadinya bencana, salah satunya melalui pembentukan satgas untuk kesiapan pendirian posko siaga bencana di Sulbar.

"Status ini sewaktu-waktu dapat berubah melihat situasi kebencanaan di Sulbar. Kalau memang sering terjadi bencana, status ini kami tingkatkan dari siaga darurat menjadi tanggap darurat," terang Amir Maricar.

Sementara, Penjabat (Pj) Gubernur Sulbar Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, telah meminta pemerintah daerah di enam kabupaten untuk mempersiapkan program siaga bencana

Ia menjelaskan, berdasarkan Nilai Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Provinsi Sulbar menduduki peringkat pertama sebagai provinsi yang memiliki tingkat risiko bencana yang tertinggi dari seluruh provinsi di Indonesia, dengan skor nilai pada 2020 sebesar 166,49, kemudian 164,85 pada 2021 dan 165,23 tahun 2022.

"Nilai indeks risiko di tingkat provinsi ini merupakan rata-rata dari nilai indeks risiko kabupaten. Dalam indeks risiko, tingkat kebencanaan dinilai berdasarkan komponen penyusunannya, yaitu bahaya, kerentanan dan kapasitas pemerintah dalam menghadapi bencana," jelas Zudan.

Penjabat Gubernur juga meminta pemerintah kabupaten se-Sulbar untuk dapat bekerja sama dalam upaya menurunkan nilai indeks risiko bencana dengan meningkatkan program atau kegiatan yang berkaitan dengan pengurangan kerentanan dan atau peningkatan kapasitas.

Selain itu tambah Penjabat Gubernur, pemerintah kabupaten juga wajib memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana Kontijensi (Renkon) dan Sistem komando penanganan Darurat Bencana (SKPDB).

Selain itu, membentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB), mengaktifkan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops), Membentuk TRC (Tim Reaksi Cepat) lintas OPD, dan mengisi laporan IKD (Indeks Ketahanan Daerah) kemudian melaporkan ke BNPB oleh BPBD setiap tahunnya.