3 Tahun ART Asal Sumut Disiksa Majikan di Malaysia: 2 Tulang Rusuk Patah, Paru-paru Terluka dan Gaji Tak Dibayar
Duta Besar LBBP RI untuk Malaysia Hermono mendengarkan cerita Lina di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (24/8/2023). (ANTARA/HO/KBRI Kuala Lumpur)

Bagikan:

JAKARTA - Seorang asisten rumah tangga (ART) asal Sumatera Utara (Sumut) mengalami penyiksaan hingga pemerkosaan oleh majikan yang merupakan nelayan di kawasan Kuala Selangor, Malaysia.

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono mengatakan, penyiksaan fisik dan eksploitasi seksual yang dialami Lina (bukan nama sebenarnya) hampir tiga tahun merupakan tindakan biadab.

Lina yang mulai bekerja dengan majikannya pada September 2020 selalu mengalami kekerasan hingga menderita luka serius. Dari pengakuan Lina penyiksaan tidak hanya dilakukan majikannya semata namun termasuk kawan-kawan majikan tanpa alasan yang jelas.

“Saya selalu merasa ketakutan setiap ada orang datang ke rumah majikan karena pasti akan dipukuli,” kata Dubes Hermono menirukan ucapan Lina padanya di Kuala Lumpur, Antara, Kamis, 24 Agustus. 

Tidak hanya mengalami kekerasan, Lina juga hanya satu kali menerima gaji sebesar 900 ringgit (RM) atau sekitar Rp2,9 juta. Bahkan Lina kadang dipaksa melaut menangkap ikan selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga. 

Lina menyampaikan pada Dubes Hermono setidaknya ia pernah lari dari rumah majikannya itu sebanyak empat kali, namun selalu ditemukan oleh majikan dan dipaksa kembali bekerja.

Bahkan, menurut Hermono, saat Lina dalam kondisi berdarah-darah dibantu seorang tetangga majikannya melapor ke aparat kepolisian setempat, namun oleh oknum anggota polisi yang menemuinya justru mengembalikan lagi ke majikan.

"Sambil berlinang air mata Lina mengaku betul-betul putus asa memikirkan cara menyelamatkan diri dari penyiksaan dan kelakuan bejat majikannya tersebut," kata Hermono.

Diselamatkan Warga

Hermono mengatakan, penderitaan Lina berakhir setelah dirinya berhasil melarikan diri dan disembunyikan selama empat hari oleh warga setempat, yang kemudian diantarkan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur pada Sabtu, 19 Agustus lalu. 

Saat itu Lina dalam kondisi luka terbuka di pelipis sebelah kiri dan tangan kanan akibat pukulan benda keras.

Staf KBRI langsung membawa Lina ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Dari hasil pemeriksaan, ditemukan dua tulang rusuk Lina patah akibat pukulan balok kayu. Bahkan patahan tulang rusuk tersebut melukai paru-parunya sehingga mengganggu pernafasannya.

Saat ini Lina dalam perlindungan KBRI Kuala Lumpur untuk proses penyembuhan luka-lukanya dan proses hukum. Menurut keterangan kepolisian Kuala Selangor yang menangani kasus itu, dua tersangka telah ditahan dan satu orang masih buron.

Ia mengatakan para tersangka akan dituntut dengan pasal penyiksaan fisik berat dan eksploitasi seksual.

Hermono yang telah menghubungi langsung petugas penyidik kasus itu mengatakan pada intinya menegaskan bahwa kasus Lina mendapat perhatian serius Pemerintah Indonesia dan meminta para pelaku diberikan hukuman maksimal sesuai UU Pidana Malaysia untuk memberikan efek jera kepada majikan yang melakukan eksploitasi dan kekerasan kepada ART Indonesia.

Hermono menambahkan bahwa KBRI Kuala Lumpur pun akan segera melayangkan nota resmi kepada otoritas terkait Malaysia meminta hal yang sama.

Pelanggaran Hak Berlanjut

Meskipun Indonesia dan Malaysia telah menandatangani Nota Kesepahaman Pelindungan Pekerja Domestik pada 1 April 2022, namun pelanggaran terhadap hak-hak Pekerja Migran Indonesia masih terus terjadi.

Hermono mengatakan kasus terbanyak adalah gaji tidak dibayar, larangan berkomunikasi, penahanan paspor, termasuk kekerasan fisik sebagaimana dialami Lina.

Menurut Hermono,  dari Januari-Juli 2023, KBRI Kuala Lumpur telah berhasil memperjuangkan 97 kasus gaji tidak dibayar dengan nilai RM1,01 juta atau setara Rp3,44 miliar dan merepatriasi 226 PMI dari shelter KBRI Kuala Lumpur.

"Hampir semua PMI yang bermasalah dengan majikan adalah mereka yang bekerja di sektor rumah tangga dan tidak memiliki visa kerja," kata Hermono.

Namun, menurut dia, tidak semua hak keuangan PMI dapat diperjuangkan, ujar dia. Tidak sedikit majikan sengaja menolak untuk membayar gaji.

“Melaporkan kasus gaji tidak dibayar kepada Dinas Ketenagakerjaan pun tidak selalu berhasil apabila majikan tidak mau membayar dan pada akhirnya majikan bebas dan PMI pulang tanpa membawa uang sama sekali,” ujar Hermono.

Hermono meminta, dengan kondisi tingginya resiko mengirimkan PMI ART di Malaysia kiranya mendapatkan perhatian dari Kementerian atau Lembaga terkait, terlebih lagi apabila berangkat secara non-prosedural.