Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menilai sudah waktunya Asia Tenggara dan China berupaya kolektif menghadapi tantangan bersama di Laut China Selatan.

Hal itu dikatakan Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kemenlu Yayan G.H. Mulyana dalam acara pembukaan Lokakarya Pengelolaan Potensi Konflik di Laut China Selatan ke-32

“Saya pikir inilah saat yang tepat bagi kita untuk merenungkan upaya kolektif yang dapat kita lakukan dan jumlah yang dapat kita berikan agar lebih berdampak sambil mempertahankan integritas dan relevansi dalam menghadapi tantangan bersama,” kata Yayan, Kamis 24 Agustus.

Lokakarya tersebut diselenggarakan oleh Kemenlu RI bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial dan Pusat Studi Asia Tenggara.

Peserta yang diundang dalam lokakarya tersebut adalah berasal dari Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam, China, dan Chinese Taipei.

Yayan mengatakan negara Asia Tenggara dan China harus memperkuat kolaborasi dengan tujuan mengatasi tantangan bersama.

"Kita harus memperkuat kolaborasi dan kerja sama dengan tujuan untuk mengatasi tantangan kita bersama,” kata Yayan.

Pada kesempatan tersebut, Yayan juga mengatakan terumbu karang di tenggara Laut China Selatan mengalami kehancuran akibat penangkapan ikan berlebihan, bencana alam, pemutihan terumbu karang, dan perubahan iklim.

“Kita perlu mengatasi tantangan ini (kehancuran terumbu karang). Kita harus bekerja sama memaksimalkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi,” tuturnya.

Yayan juga menyampaikan Asia Tenggara dan China juga harus membina kebiasaan untuk melakukan komunikasi, dialog, dan kolaborasi antar negara untuk membuka jalan bagi generasi masa depan.

“Dengan pesatnya perubahan lanskap sosial dan politik, cara terbaik untuk mencegah potensi konflik adalah dengan dialog dan komunikasi yang konstan dan berkesinambungan sehingga kita mampu menciptakan solusi bersama yang paling baik,” ujar Yayan.