Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan jajaran Polri untuk mempersiapkan diri dalam mengamankan pelaksanaan Pemilu 2024 agar berjalan baik dan lancar.

“Pemilu dapat hampir dipastikan tidak akan mundur, jalan. Polri semua harus siap untuk mengamankan itu, tidak ada jalan mundur Pemilu 2024,” kata Mahfud dalam dialog kebangsaan di acara "Strategi Nasional di Bidang Polhukam untuk Antisipasi Dinamika Politik Global (Era Triple Disruption)" di Sespim Lemdiklat Polri dilansir ANTARA, Senin, 21 Agustus.

Mahfud mengibaratkan Pemilu 2024 seperti kereta api yang tidak bisa ditarik mundur atau berbelok seperti layaknya taksi atau angkot sehingga Pemilu 2024 harus tetap berjalan dan tahapan sudah berjalan dengan baik, mau tidak mau Polri harus siap.

Menurut dia, isu pemilu 2024 mundur dan tidak siap hanya digaungkan oleh media sosial-media sosial tertentu. Seiring dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap polhukam yang secara konsisten menjaga pemilu sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada.

Saat ini yang perlu disiapkan menurut Mahfud yakni kesiapan pengamanan, terutama saat terjadi situasi panas saat pemilu ataupun usai pemilu. Permasalahan itu, kata Mahfud, tidak hanya muncul dari ketidakpuasan masyarakat dengan pelayanan pemerintah, tapi juga Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu.

“Perlu diingat, penyelenggara pemilu itu adalah KPU, bukan pemerintah. Pemerintah sekarang hanya fasilitator,” ujarnya.

Mahfud menyebut  sengketa pemilu akan terjadi terkait KPU. Karena itu, tugas Polri adalah membantu agar KPU bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengingatkan jajaran Polri untuk fokus dalam tugasnya membantu KPU menyelesaikan masalah pemilu. Dan tidak perlu khawatir, karena Indonesia sudah memiliki instrumen pemilu yang sudah bagus.

Bila dibandingkan pemilu di zaman Orde Baru, papar dia, pemilu diselenggarakan pemerintah melalui Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang diketuai Menteri Dalam Negeri. Ketua LPU menjadi penentu siapa yang menang dan kalah, bila terjadi pelanggaran ada Ketua Panwas, yakni Jaksa Agung.

“Dan tidak ada sejarahnya pemilu di zaman Orde Baru itu selama tujuh kali pemilu tidak ada di pengadilan,” ujarnya.

Berbeda dengan di era sekarang, penyelenggara adalah KPU yang menurut Pasal 42 Undang-Udang Dasar menyebut KPU adalah lembaga independen, lembaga tetap, dan mandiri di luar eksekutif sehingga pemerintah hanya membantu saja.

Apabila ada pelanggaran sudah ada Bawaslu yang bukan pemerintah. Kemudian, Bawaslu dan KPU diawasi DKPP, sedangkan yang mengawasi pelanggaran teknis pemilu adalah Gakkumdu yang terdiri atas Polisi, Jaksa, dan Bawaslu.

“Sudah lengkap sekarang instrumennya, bawa ke situ saja kalau ada apa-apa, tegakkan hukum dan jangan memihak,” kata Mahfud.

Mahfud juga mengingatkan netralitas Polri sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo kepada seluruh personel TNI/Polri agar dipatuhi dan dipedomani.

“Ada arahan untuk TNI dan Polri dari Presiden, bahkan dari Panglima dan Kapolri agar pemilu dilaksanakan betul-betul langsung umum, bebas rahasia (luber), jujur, dan adil (jurdil),” kata Mahfud.

Apabila keamanan telah dijaga oleh Polri, namun pada akhirnya terjadi pelanggaran di pemilu dapat dibawa ke Mahkamah Konstitusi, ujar dia.

“Jadi instrumen hukumnya sudah lengkap, tinggal kita mau atau tidak. Pemilu akan dilaksanakan Februari 2024 untuk legislatif dan pemilihan presiden, kemudian pilkada bulan November 2024,” kata Mahfud.