JAKARTA - UNICEF Kongo telah mengungkap fakta mengkhawatirkan di mana dalam tujuh bulan pertama tahun ini, telah tercatat lebih dari 31.342 kasus kolera, termasuk yang terkonfirmasi dan suspek, di negara tersebut, dengan 230 nyawa yang menjadi korban.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, sebagian besar korban adalah anak-anak, demikian kata UNICEF.
Provinsi North Kivu merupakan wilayah yang paling terpukul oleh wabah ini. Di sini, lebih dari 21.400 kasus terkonfirmasi atau suspek kolera telah tercatat, termasuk lebih dari 8.000 kasus pada balita.
"Skala wabah kolera dan tingkat keparahannya memprihatinkan. Jika tidak segera ditangani dalam beberapa bulan ke depan, risiko penyebaran penyakit ini ke wilayah yang selama bertahun-tahun bebas dari kolera akan semakin tinggi," ungkap Koordinator Darurat Senior UNICEF Kongo, Shameza Abdulla, menyatakan kekhawatiran mendalamnya.
Abdulla juga mengungkapkan ancaman kolera yang terus meluas di lokasi pengungsian, di mana sistem sanitasi telah mencapai titik tertinggi kapasitasnya dan penduduk, terutama anak-anak, berada dalam risiko besar yang dapat berujung pada bencana yang tidak terbayangkan.
Pada tahun 2017, kolera menyebar ke seluruh Kongo, bahkan mencapai ibu kota Kinshasa, dan tercatat hampir 55.000 kasus dengan lebih dari 1.100 kematian.
BACA JUGA:
UNICEF saat ini dikutip dari ANTARA, Sabtu sore ini, membutuhkan dana sebesar 62,5 juta dolar AS (Rp957 miliar) untuk meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan kolera serta mengatasi krisis air, sanitasi, dan kebersihan (WASH) dalam lima bulan ke depan.
Melalui rencana ini, UNICEF bertujuan untuk membantu 1,8 juta orang, termasuk 1 juta anak-anak, dengan menyediakan air bersih, fasilitas sanitasi, jamban, persediaan medis, dan pengobatan kolera yang sesuai untuk anak-anak. Sayangnya, hingga saat ini, hanya 9 persen dari dana yang diperlukan yang telah terkumpul.