Bagikan:

JAKARTA – Sunawar, pria paruh baya pencari nafkah di perlintasan kereta api (KA) Stasiun Pondok Jati, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Laki-laki 50 tahun itu menikmati pekerjaannya sebagai pengatur lalu lintas di pintu kereta. Padahal di tempat itu, pintu KA Stasiun Pondok Jati, sangat berbahaya. Sempat viral di media sosial. Warga sekitar mengenalnya sebagai perlintasan KA ‘maut’.

Pekerjaan berbahaya itu sudah dilakoni Sunawar selama 20 tahun. Dia berharap uang receh dari para pengguna jalan yang melintas di pintu kereta Stasiun tersebut. Tapi sesungguhnya ini bukan soal uang, tapi nyawa pengguna jalan yang perlu 'dijaga'.

"Kurang lebih 20 tahun jadi relawan mencari nafkah disini. Kalau dulu cuma nembak, artinya dulu kan jalanan (perlintasan KA Pondok Jati) hancur (rusak). Kita nguruk-nguruk (jalanan rusak) dulu, minta uangnya pakai kardus gitu," tutur Sunawar kepada VOI, Jumat, 11 Agustus.

Seiring waktu, cara mencari uang dengan memperbaiki jalan rusak di perlintasan KA Pondok Jati yang digelutinya selama puluhan tahun itu pun berubah. Kini Sunawar mencari rejeki dengan menjadi relawan pengatur lalu lintas di perlintasan KA tersebut.

Sunawar mengaku ikhlas menjalani pekerjaannya tersebut. Sebab, baginya hanya pekerjaan itu yang dapat menghidupinya, walau harus bertaruh nyawa. Sunawar tak lagi menguruk jalur lintasan kereta, karena saat ini sudah di perbaiki dengan aspal baru.

"Kalau sekarang markir di perlintasan Pondok Jati, sudah sekitar 10 tahunan," ujarnya.

Situasi di perlintasan kereta api Pondok Jati, Matraman, Jakarta Timur/ Foto: Rizky Sulistio/ VOI

Dengan senang hati Sunawar bercerita. Katanya, uang receh hasil mengatur kendaraan di perlintasan KA Pondok Jati, sudah cukup baginya.

Meski usianya sudah setengah abad, namun pria berambut pirang itu mengaku bersyukur dengan pendapatan yang dia terima, meski tidak menentu. Katanya, sekitar Rp50 ribu, itu paling sedikit dan jika sepi.

"Tidak tentu, terkadang 50-80 ribu. Paling besar 100 ribu lah," kelakar Sunawar sambil tertawa kecil.

Uang sebesar itu tidak dinikmatinya sendiri. Sunawar gunakan untuk menghidupi anak istrinya di rumah.

"Yang penting cukup buat makan dan bayar kontrakan. Saya ngontrak di Kayumanis 8," pungkas bapak satu anak itu.

Pertemuan dengan Sunawar hanya singkat. Dia kembali menyibukan diri mengatur laju kendaraan yang melintas di Stasiun Pondok Jati.

Sunawar selalu was-was. Bagaimana tidak, volume kendaraan yang melintas di pintu kereta itu sangat besar, sedangkan ukuran pintu begitu kecil.