JAKARTA - Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan tokoh senior lainnya dari partai yang berkuasa telah ditahan dalam penggerebekan dini hari, kata Juru Bicara Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Myo Nyunt.
Selain Suu Kyi, Myo Nyunt mengatakan Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya juga telah "diambil" pada dini hari. Sejumlah tokoh senior partai NLD juga ikut ditangkap.
"Saya ingin memberi tahu orang-orang kami untuk tidak menanggapi dengan gegabah dan saya ingin mereka bertindak sesuai dengan hukum," katanya, seraya menambahkan bahwa dia juga diperkirakan akan ditahan.
Melansir Reuters, Tindakan yang diduga terkait dengan ketegangan antara pemerintah sipil dan pimpinan militer Myanmar, terkait hasil Pemilu Myanmar pada November lalu ini, menuai kritik dari berbagai pihak di luar negeri.
Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne
“Pemerintah Australia sangat prihatin atas laporan bahwa militer Myanmar sekali lagi berusaha untuk menguasai Myanmar dan telah menahan Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint," ujar Payne.
“Kami menyerukan kepada militer untuk menghormati supremasi hukum, untuk menyelesaikan perselisihan melalui mekanisme yang sah dan untuk segera membebaskan semua pemimpin sipil dan orang lain yang telah ditahan secara tidak sah," kritiknya.
Thant Myint-U, Sejarawan dan Penulis
“Pintu terbuka untuk masa depan yang sangat berbeda. Saya memiliki firasat buruk bahwa tidak ada yang benar-benar dapat mengendalikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan ingat, Myanmar adalah negara yang penuh dengan senjata, dengan perpecahan yang mendalam lintas etnis dan agama, di mana jutaan orang hampir tidak dapat menghidupi diri mereka sendiri," sebutnya.
John Sifton, Direktur Advokasi Asia - Human Rights Watch
“Junta militer yang memerintah Myanmar selama beberapa dekade tidak pernah benar-benar mundur dari kekuasaan sejak awal. Mereka tidak pernah benar-benar tunduk kepada otoritas sipil, jadi peristiwa hari ini dalam arti tertentu hanya mengungkapkan realitas politik yang sudah ada," tuturnya
“AS dan negara lain yang menjatuhkan sanksi harus mengirimkan pesan yang kuat hari ini, dengan segera mencabut pelonggaran sanksi dan memberlakukan sanksi ekonomi yang tegas dan terarah pada kepemimpinan militer dan konglomerat ekonominya yang sangat besar," tegas Sifton.
BACA JUGA:
Murray Hiebert, Center for Strategic and International Studies
“AS baru-baru ini pada hari Jumat telah bergabung dengan negara-negara lain dalam mendesak militer untuk tidak melanjutkan ancaman kudeta. China akan mendukung Myanmar seperti saat militer mengusir Rohingya," kata Ahli Asia Tenggara ini.
“Pemerintahan Joe Biden mengatakan akan mendukung demokrasi dan hak asasi manusia. Tetapi perwira tinggi militer sudah diberi sanksi, sehingga tidak jelas apa yang secara konkret dapat dilakukan AS dengan cepat," imbuhnya.