JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara soal penurunan Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI).
Mahfud menyebut salah satu penyebab penurunan persepsi publik karena banyaknya pengurangan hukuman bagi koruptor yang diberikan oleh Mahkamah Agung.
Menurutnya, Mahkamah Agung tak segan memberikan pengurangan hukuman bagi para koruptor melalui putusan Peninjauan Kembali meski mereka telah mendapatkan hukuman berat dari pengadilan di tingkat I atau II.
"Di tahun 2020 itu marak sekali korting hukuman pembebasan oleh Mahkamah Agung atau pengurangan hukuman oleh Mahkamah Agung,” kata Mahfud dalam kegiatan Peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2020 yang ditayangkan di akun Facebook Transparency Indonesia International, Kamis, 28 Januari.
Penyunatan masa hukuman inilah yang kemudian diduganya menjadi pemicu terjadinya penurunan kepercayaan masyarakat. Hal ini juga dianggapnya berimbas pada pemerintah, meski putusan itu tak ada hubungannya dengan pemerintah karena langsung diketuk oleh Hakim MA.
Meski begitu, Mahfud sadar jika persepsi masyarakat tetap menyalahkan pemerintah soal penanganan korupsi dan pengurangan hukuman bagi koruptor yang telah menerima vonis.
"Itu saya sudah menduga ini akan terjadi sesuatu. Tapi ini negara, saya tidak ingin mengkotak-kotakan ‘itu kan bukan pemerintah, itu kan bukan’ itu tidak bisa yah," tegasnya.
Selain masalah pengurangan hukuman oleh Mahkamah Agung, indikator lain yang menyebabkan publik punya presepsi buruk terhadap penanganan korupsi adalah yang berkaitan dengan UU KPK baru.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, sejak aturan itu disahkan banyak persepsi buruk berkaitan dengan penanganan korupsi di Indonesia bahkan publik banyak yang menyangka undang-undang tersebut adalah produk hukum yang dibuat untuk melemahkan KPK.
"Meskipun faktanya bisa iya, bisa tidak menurunkan atau melemahkan gitu, tinggal tergantung sudut apa yang mau dilihat," ungkapnya.
"Tetapi saya sudah menduga bahwa, oh ini akan menimbulkan persepsi buruk di dunia internasional, dunia hukum mengenai pemberantasan korupsi, melemahnya pemberantasan korupsi,” imbuh Mahfud.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Transparency International Indonesia (TII) merilis Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI). Berdasarkan penelitian mereka, Indonesia mengalami penurunan skor hingga 3 poin dibanding 2019 lalu dan kalah dari Malaysia serta Timor Leste.
Pada 2020 ini, Indonesia mengantongi skor indeks persepsi 37 poin. Sementara pada 2019 lalu, skor indeks persepsi berjumlah 40 poin.
"CPI Indonesia tahun 2020 kita berada pada skor 37 dengan rangking 102. Skor ini turun tiga poin dari 2019," kata Wawan dalam pemaparan secara daring yang ditayangkan di akun Facebook Transparency International Indonesia, Kamis, 28 Januari.
Dia kemudian memaparkan di wilayah Asia Tenggara, dengan skor ini Indonesia berada di tingkat kelima. Adapun di peringkat satu ditempati oleh Singapura dengan skor 85.
Selanjutnya, pada peringkat dua terdapat Brunei Darussalam dengan skor 60, Malaysia dengan skor 51 dan Timor Leste 40.
Kemudian di peringkat keenam terdapat Vietnam dengan skor indeks persepsi 36, Thailand dengan skor 26, Filipina dengan skor 34 dan Laos dengan skor 29. Myanmar dengan skor 28 dan paling buncit adalah Kamboja dengan skor 21.
Sementara dengan 180 negara yang ada di dunia dan masuk ke dalam penelitian yang dilakukan oleh TII, Indonesia memiliki skor yang sama dengan Gambia.