Bagikan:

JAKARTA - Perwakilan badan pengungsi PBB UNHCR untuk Turki Philippe Leclerc, meminta Uni Eropa (UE) untuk dengan tegas menempatkan keamanan dan solidaritas sebagai hal utama dalam bertindak, setelah peristiwa tenggelamnya kapal 14 Juni lalu di lepas pantai Yunani.

"UE, negara anggotanya dan semua negara yang berbatasan dengan Laut Mediterania harus memprioritaskan keselamatan dan solidaritas sebagai kekuatan pendorong di balik tindakan mereka di kawasan itu," kata Leclerc, melansir Daily Sabah dari Anadolu Agency 4 Juli.

"Mengingat peningkatan pergerakan pengungsi dan migran di Mediterania, upaya kolektif, termasuk koordinasi yang lebih besar antara semua negara Mediterania, solidaritas dan pembagian tanggung jawab, sebagaimana tercermin dalam Pakta Migrasi dan Suaka UE sangat penting untuk menyelamatkan nyawa," lanjut Leclerc.

"Ini termasuk pembentukan mekanisme debarkasi dan redistribusi regional yang disepakati bagi orang-orang yang datang melalui laut, yang terus kami anjurkan," tandasnya.

Memperhatikan jumlah orang yang mengungsi akibat perang, penganiayaan, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia pada akhir tahun 2022 mencapai rekor 108,4 juta, naik 19,1 juta dari tahun sebelumnya, Leclerc mengatakan ini "merupakan peningkatan terbesar yang pernah ada."

"Ini termasuk 35,3 juta pengungsi, 62,5 juta pengungsi internal, 5,4 juta pencari suaka dan 5,2 juta orang lainnya yang membutuhkan perlindungan internasional," ungkapnya.

Diterangkan olehnya, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menampung 76 persen pengungsi dunia dan orang yang membutuhkan perlindungan internasional. Sementara, negara yang kurang berkembang memberikan suaka kepada 20 persen dari total pengungsi dunia.

"Negara-negara berpenghasilan tinggi, yang menyumbang sebagian besar kekayaan global, menampung 24 persen pengungsi pada akhir tahun 2022," terangnya..

"Ini adalah proporsi yang jauh lebih besar daripada beberapa tahun terakhir, terutama karena jumlah pengungsi Ukraina yang ditampung di negara-negara berpenghasilan tinggi, terutama negara-negara Eropa," tandasnya.

Leclerc mengingatkan, Global Compact on Refugees, yang ditegaskan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2018, menyajikan cetak biru untuk solidaritas global dan pembagian tanggung jawab yang dibutuhkan oleh komunitas internasional.

"Ini berarti melakukan lebih banyak hal untuk meringankan tekanan pada negara tuan rumah, meningkatkan kemandirian pengungsi, memperluas akses ke solusi negara ketiga, dan mendukung kondisi di negara asal untuk pemulangan sukarela dengan aman dan bermartabat," paparnya.

"Forum Pengungsi Global 2023 yang akan datang akan menjadi kesempatan untuk menunjukkan solidaritas ini tetap solid, ketika negara-negara dan pemangku kepentingan lainnya menunjukkan praktik-praktik yang baik, membuat komitmen baru untuk mendukung para pengungsi dan komunitas tuan rumah mereka," tambahnya.