JAKARTA - Dewan Adat Papua angkat bicara atas kasus dugaan penghinaan terhadap aktivis sosial asal Papua, Natalius Pigai.
Sekretaris II Dewan Adat Papua John Gobay mengatakan, pelaku yang terlibat dalam tindakan rasis tidak hanya dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Namun, juga dijerat dengan Undang Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Hal ini bertujuan menciptakan efek jera sehingga kasus tidak kembali terulang.
"Kejadian ini sudah terjadi berulang kali tidak hanya bagi Natalius Pigai, namun belum adanya upaya penegakan hukum yang adil," ujarnya dilansir Antara, Rabu, 27 Januari.
BACA JUGA:
Dewan Adat Papua juga meminta masyarakat di 28 kabupaten dan satu kota tidak terprovokasi dengan dugaan berbau rasisme yang menimpa Natalius Pigai.
"Karena pihak kepolisian telah memproses hukum oknum warga yang terlibat dalam perbuatan tersebut," katanya.
Dia menambahkan Dewan Adat Papua mewakili pihak keluarga Natalius Pigai ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua pada Selasa, 26 Januari kemarin. Tujuannya untuk memberikan rasa keadilan bagi Natalius Pigai dan masyarakat Papua.
Sebelumnya, muncul unggahan akun media sosial bernama Ambroncius Nababan, yang diduga melakukan tindakan bernada rasisme terhadap mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai.
Ambroncius diduga mengeluarkan unggahan yang berbau rasisme atas Natalius Pigai di akun media sosialnya pada 12 Januari 2020, hal itu menanggapi sikap Natalius Pigai yang meminta negara menghargai hak warga yang tidak ingin menerima vaksin COVID-19. Ambroncius kini berstatus tersangka setelah dilaporkan.