Waspada Virus Nipah, Ancaman Pandemi yang Lebih Mematikan dari COVID-19
Ilustrasi (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Para ahli kesehatan saat ini tengah mewaspadai munculnya virus Nipah (NiV) kembali menjadi pandemi baru. Yang menjadi kekhawatiran, tingkat kematian akibat virus Nipah cukup tinggi.

Berkaca dari wabah virus Nipah pertama kali, tingkat kematian terhadap orang yang terinfeksi virus ini diperkirakan antara 40 sampai 75 persen. Angka kematian ini jauh lebih tinggi dari kematian COVID-19 dunia yang saat ini sekitar 2 persen.

Ahli wabah dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut virus Nipah masuk dalam salah satu penyakit yang paling ditakuti. Selain angka kematiannya cukup tinggi, masa inkubasi orang yang terinfeksi juga cukup lama, sampai satu bulan.

"Virus Nipah ini salah satu penyakit yang paling ditakuti karena kombinasi masa inkubasi yang lama dan angka kematian yang tinggi. Bisa saja tiga per empat penduduk dalam satu wilayah bisa meninggal kalau tidak ada penanganan virus ini dari awal," kata Dicky kepada VOI, Rabu, 27 Januari.

Melansir laman resmi WHO, dijelaskan bahwa virus Nipah pertama kali terjadi di Malaysia pada tahun 1999. Manusia yang terinfeksi pertama kali merupakan kelompok peternak. Wabah ini menginfeksi hampir 300 manusia dan lebih dari 100 orang meninggal dunia.

Selama wabah pertama yang diketahui di Malaysia dan meluas ke Singapura, kebanyakan infeksi virus Nipah pada manusia disebabkan oleh kontak langsung dengan babi yang sakit.

Virus Nipah berlanjut di Bangladesh dan India pada tahun 2001. Awalnya, manusia mengonsumsi buah-buahan atau olahan buah yang terkontaminasi dengan urin atau air liur dari kelelawar buah. Kewan ini dimungkinkan menjadi sumber infeksi virus.

Penularan virus Nipah dari manusia ke manusia juga telah dilaporkan di antara keluarga dan perawat pasien yang terinfeksi. Cara penularannya melalui droplet atau percikan air liur.

Gejala

Orang yang terinfeksi virus Nipah awalnya mengalami gejala termasuk demam, sakit kepala, nyeri otot, muntah dan sakit tenggorokan. Gejala ini ini dapat diikuti dengan pusing, mengantuk, kesadaran yang berubah, dan tanda-tanda neurologis yang mengindikasikan ensefalitis akut. 

Beberapa orang juga dapat mengalami pneumonia atipikal dan masalah pernapasan yang parah, termasuk gangguan pernapasan akut. Pada kasus yang parah, dapat juga mengalami kejang hingga koma dalam waktu 24-48 jam.

Adapun masa inkubasi, yakni interval dari infeksi hingga timbulnya gejala, berkisar antara 4 hingga 14 hari. Paling lama, ada contoh kasus infeksi virus Nipah yang memiliki masa inkubasi selama 45 hari.

Belum ada obatnya

Sampai saat ini, belum ada obat khusus atau vaksin untuk menangani kasus dari virus ini, baik kepada manusia atau hewan. Dalam wabah di masa lalu, perawatan utama bagi manusia adalah perawatan suportif.

WHO telah mengidentifikasikan virus Nipah sebagai penyakit prioritas dalam cetak biru (blue print) penelitian dan pengembangan WHO. Pada Maret 2020, Koalisi untuk Persiapan Epidemi (CEPI) mengucurkan anggaran US$25 juta untuk penelitian dan uji klinis vaksin virus Nipah terhadap manusia.