Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan proses hukum terhadap pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat tetap berjalan seiring dengan penyelesaian non yudisial yang menitikberatkan pada pemulihan hak korban atau ahli warisnya.

Mahfud mencontohkan penyelesaian jalur yudisial itu di antaranya persidangan terhadap 35 terdakwa pelanggaran HAM berat yang telah diputus oleh majelis hakim sampai tingkat Mahkamah Agung.

“Yang penyelesaian yudisial sebenarnya sudah ada empat kasus dengan 35 tersangka. Empat kasus yang ditetapkan oleh Komnas HAM dengan 35 tersangka semuanya bebas. Oleh pengadilan dinyatakan bebas (vonis lepas), dinyatakan tidak ada bukti terjadi pelanggaran HAM berat,” kata Mahfud dilansir ANTARA, Jumat, 23 Juni.

Dia menilai itu terjadi karena pelanggaran HAM berat kerap sulit dibuktikan di persidangan karena pembuktian secara hukum acara itu sangat sulit dipenuhi.

"Sehingga selalu dibebaskan oleh pengadilan, oleh Mahkamah, sampai ke tingkat Mahkamah Agung dan PK (peninjauan kembali),” kata Menko Polhukam yang juga bertugas sebagai Ketua Pengarah Tim PP HAM.

Empat kasus pelanggaran HAM berat yang telah menempuh jalur yudisial itu, yaitu kekerasan pascajajak pendapat di Timor-Timor, kasus Abepura, kasus Tanjung Priok, dan kasus Paniai di Papua.

Karena itu, Mahfud menyebut pemerintah juga fokus menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat melalui jalur non yudisial.

“Penyelesaian yang kita lakukan ini adalah penyelesaian dari sisi korban. Kami tidak bicara pelaku, karena pelaku itu adalah urusan yudisial. Yang sudah diuji di pengadilan 35 tersangka bebas, tetapi yang belum akan terus diusahakan. Yang ini adalah korban, korban yang masih ada sampai sekarang,” kata Menko Polhukam RI.

Berbagai program pemulihan hak korban, kata Mahfud, akan diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, pada 27 Juni 2023.