Perspektif Berbeda Mahfud MD Soal Pelanggaran HAM
Menkopolhukam Mahfud MD (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dinilai salah paham terkait pernyataan yang dilontarkan akhir-akhir ini yang menyebut bahwa di era Presiden Joko Widodo menjabat tidak ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Pada Kamis, 12 Desember kemarin, Mahfud dihadapan awak media mengatakan di era kepemimpinan Presiden Jokowi tak ada isu pelanggaran HAM. Alih-alih pelanggaran HAM, Mahfud justru mengatakan yang ada hanyalah kejahatan dan pelanggaran yang dilaksanakan oleh oknum dan proses hukumnya kini sudah berjalan.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini meminta agar masyarakat, tidak menyamakan kejahatan dengan pelanggaran HAM. Sebab, menurut dia pelanggaran HAM adalah kejadian yang dilakukan oleh aparat pemerintah secara terencana, sedangkan kejahatan seperti penganiayaan termasuk pelanggaran HAM yang bukan dilakukan oleh pemerintah.

Sedangkan pada Jumat, 13 Desember, Mahfud kembali mengeluarkan statment mengenai pelanggaran HAM. Saat itu, di Kompleks Istana Kepresidenan, Mahfud ditanyai wartawan soal peristiwa penggusuran warga Tamansari, Bandung, Jawa Barat. Diduga, tindak penggusuran itu melanggar HAM karena aparat melakukan tindak represif kepada warga termasuk beberapa di antaranya anak-anak.

Alih-alih menjawab, Mahfud hanya mengatakan agar kejadian di Tamansari itu tak perlu diributkan, meski aparat penegak hukum bertindak tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP).

"Ah, sudahlah, enggak usah diributkan. Kalian enggak ngerti arti pelanggaran HAM," tegas dia sebelum naik ke mobil dinasnya dan beranjak dari Istana Kepresidenan.

Tangkap layar video dugaan kekerasan aparat di Tamansari, Bandung (Foto: Instagram @tamansarimelawan)

Salah paham Mahfud MD soal pelanggaran HAM

Pernyataan Mahfud ini kemudian disanggah oleh Komnas HAM. Kepada VOI, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam justru mengatakan ada yang salah dengan cara Mahfud memahami pelanggaran HAM.

Menurut Choirul, di era kepemimpinan Jokowi memang belum ada kasus yang dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat. Hanya saja, saat ini ada beberapa kasus pelanggaran yang sedang dalam proses pengusutan oleh pihaknya.

"Memang secara formal belum ada yang dinyatakan pelanggaran (HAM) berat. Namun ada yang sedang diproses," kata dia saat dihubungi lewat pesan singkat, Senin, 16 Desember.

Choirul kemudian menjelaskan pada kami pelanggaran HAM memang terbagi menjadi dua. Ada yang berat dan tergolong biasa saja. Selain itu cara penyelesaiannya pun berbeda.

Jika pelanggaran HAM berat, maka penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM harus dilakukan berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000. Sedangkan untuk pelanggaran hak asasi yang tidak berat, cukup menggunakan UU Nomor 39 Tahun 1999.

Kembali ke soal ada atau tidaknya pelanggaran hak asasi, Choirul menyebut sebenarnya banyak pelanggaran HAM yang terjadi selama kurun waktu belakangan ini.

Hal ini, kata dia, tertuang dalam catatan akhir tahun Komnas HAM. "Kalau pelanggaran HAM ya banyak, catatan akhir tahun Komnas HAM atau lembaga lain menunjukkan itu," tegasnya.

Kami pun mengunduh catatan akhir tahun 2018 Komnas HAM di website mereka. Menurut catatan mereka, di tahun 2018 banyak pengaduan yang masuk terkait pelanggaran HAM. Salah satu pengaduan yang paling banyak adalah soal konflik agraria.

Menurut catatan komnas HAM, sepanjang tahun 2018 terdapat 52 kasus terkait lahan yang dilaporkan pada mereka. Sedangkan sisanya, adalah konflik terkait ketenagakerjaan sebanyak 40 kasus, dan 12 kasus terkait penggusuran.

Tak hanya itu, Komnas HAM juga menjawab klaim Mahfud MD mengenai tak adanya pelanggaran HAM ketika demonstrasi besar terjadi pada 21-22 Mei lalu. Demo ini terjadi lantaran mahasiswa menolak revisi UU KPK dan beberapa revisi undang-undang lain.

Demonstrasi yang menimbulkan korban luka akibat tindakan represif aparat, justru dibantah Mahfud sebagai pelanggaran HAM. Menurut dia, saat itu peserta demonstrasi melakukan penyerangan kepada aparat kepolisian.

Klaim Mahfud ini kemudian dibantah oleh Komnas HAM, Choirul mengatakan apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat demonstrasi itu adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi. "Komnas HAM mengatakan itu excessive use of force," tutupnya.