JAKARTA - Pemerintah didorong menggencarkan edukasi terkait penyakit gangguan pernapasan seperti ISPA dan Bronkopneumonia pada anak. Hal itu dikarenakan kualitas udara yang semakin memburuk, khususnya di DKI Jakarta.
"Pemerintah perlu segera memberikan edukasi dan sosialisasi agar tidak terjadi missleading yang membangun persepsi salah di kalangan masyarakat terkait penyakit ISPA, Bronkopneumonia dan berbagai jenis gangguan nafas lainnya," kata Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo, Selasa 20 Juni.
Sebagai provinsi terpadat di tanah air, kualitas udara di Jakarta per pagi ini masih berada dalam kategori tidak sehat, terutama untuk kelompok sensitif seperti anak. Berdasarkan laporan IQAirc per pukul 09.00 WIB hari ini, kualitas udara Jakarta ada di angka 104 dengan polutan utama PM2.5 dan kadar 36,9 µg/m³ (mikrometer per meter kubik).
Sedangkan pada Senin (19/6) kemarin per pukul 14.00 WIB, DKI Jakarta berada di posisi pertama kota dengan kualitas udara terburuk. Kemudian, tingkat konsentrasi PM2.5 DKI Jakarta saat itu pada level 57,6 µg/m³.
Rahmad menilai saat ini mulai terjadi keresahan di masyarakat akan bahaya dari polusi udara. Dia mendorong Pemerintah menyiapkan solusi jangka pendek.
"Misalnya sarankan penggunaan masker saat di luar ruangan, khususnya pada anak-anak terutama saat ada di dekat sumber polusi seperti di jalan-jalan raya. Ini untuk mengatasi risiko dampak dari kondisi udara buruk dan polusi," ungkap Rahmad.
“Sekarang banyak ibu-ibu mengeluhkan anak sering batuk dan pilek, atau anak-anak yang lama sembuh dari flu. Belum lagi laporan banyaknya anak yang terserang ISPA. Penggunaan masker bisa membantu mengurangi anak terserang penyakit,” tambah Legislator dari Dapil Jawa Tengah V itu.
Masker wajah merupakan benda yang wajib digunakan saat pandemi COVID-19. Meski kini pandemi sudah mereda, Rahmad menilai seharusnya masyarakat tetap menggunakan masker wajah, terutama bagi yang tinggal di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
“Ini perlu dilakukan untuk melindungi saluran pernapasan dari polusi udara Jakarta yang akhir-akhir kembali mengalami peningkatan, khususnya untuk anak-anak,” ucap Rahmad.
"Selain itu, saya juga mendorong Pemerintah memperbanyak kembali posko-posko uji emisi bagi kendaraan. Karena salah satu penyebab polusi itu berasal dari asap kendaraan," lanjutnya.
Rahmad juga menyayangkan program insentif kendaraan listrik yang digagas Pemerintah kurang bisa diserap masyarakat. Menurutnya, Pemerintah harus lebih fokus dalam program jangka pendek dalam menekan polusi udara.
"Penggunaan kendaraan listrik itu solusi jangka panjang, jangan diharapkan bisa memberikan dampak signifikan terhadap kualitas udara saat ini. Perbanyak tindakan preventif yang dapat langsung dirasakan masyarakat," tutur Rahmad.
BACA JUGA:
Di sisi lain, Anggota Komisi Bidang Kesehatan ini mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah agar tidak mudah terserang penyakit gangguan pernapasan. Jika terpaksa harus berpergian, masyarakat diingatkan agar selalu menggunakan masker.
"Pemerintah memang sudah mencabut penggunaan masker saat di tempat umum dan transportasi publik terkait pandemi Covid-19,” ujar Rahmad.
“Tapi kita tahu, penggunaan masker bisa menjadi salah satu cara untuk meminimalisir penyebaran virus, termasuk mengurangi dampak polusi udara yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan,” sambungnya.
Rahmad pun mendorong masyarakat untuk rutin melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan terdekat, terutama apabila terindikasi mengalami penyakit gangguan pernapasan.
"Khususnya bagi kelompok sensitif seperti anak, orang tua harus peka apabila anak mulai menunjukkan ciri-ciri terpapar virus yang menyebabkan gangguan pernapasan. Harus segera dicek ke rumah sakit agar tidak berkelanjutan," tutup Rahmad.