MADINAH - Jemaah Indonesia diminta menjaga kesehatan fisik selama menunggu puncak ibadah haji dan tidak memaksakan ibadah tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah, apalagi pemerintah tidak memfasilitasinya.
Kepala Seksi Bimbad Daerah Kerja (Daker) Madinah Yendra Al Hamidy menjelaskan tarwiyah secara fikih memang ada dan Rasulullah juga pernah melaksanakan tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah.
"Namun, karena jemaah yang luar biasa, tingkat umur yang luar biasa, dan tahun ini jumlah lansia yang juga luar biasa, artinya jangankan dengan jumlah tersebut, yang normal saja tidak memungkinkan pemerintah memfasilitasinya," kata Yendra dilansir ANTARA, Sabtu, 17 Juni.
Tarwiyah adalah proses menginapnya jemaah haji di Mina sebelum mereka melaksanakan wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Selama satu malam sebelum tiba puncak ibadah haji, jamaah melakukan perenungan akan kebesaran Allah SWT dan berdoa serta berdzikir.
Yendra menegaskan dengan tidak adanya fasilitas pemerintah untuk tarwiyah dan teriknya cuaca di Mekkah pada siang sampai sore yang mencapai di atas 40 derajat Celcius , jemaah diimbau agar tidak memaksakan tarwiyah.
BACA JUGA:
Menurut dia, cuaca panas di Mekkah tersebut berisiko terhadap kesehatan jemaah, sehingga perlu diantisipasi dengan banyak beristirahat, tidak memaksakan ibadah yang bukan bagian dari rukun haji.
Meskipun demikian, pihaknya meyakini tetap akan ada jamaah haji Indonesia yang menjalankan ibadah tarwiyah dan pemerintah dalam hal ini tidak akan melarangnya.
"Jemaah yang tarwiyah silakan. Intinya yang sunah silakan jalankan, tetapi jangan sampai terjadi yang tidak diinginkan, karena besoknya akan wukuf di Arafah," katanya.
Yendra menegaskan dalam hal ini posisi pemerintah tidak menyuruh dan tidak melarang jemaah haji melaksanakan ibadah tarwiyah dengan konsekuensi tidak ada fasilitas yang disiapkan untuk jamaah yang menjalankan tarwiyah.