Bagikan:

JAKARTA - Ada dampak positif dan negatif dari penggunaan media sosial. Pada anak-anak, seiring bertambahnya usia dan tumbuh kembangnya, mereka juga mengalami perkembangan pada pemikiran kognitifnya.

Memperingati Hari Media Sosial Nasional, psikolog Endang Retno Wardhani, MBA., PhD., CHt., dari Asosiasi Psikologi Positif Indonesia menjelaskan dampak yang timbul dari penggunaan media sosial pada anak dan remaja.

“Pada usia dini, tentu hal-hal yang bisa dipahami adalah hal yang sifatnya konkret, mudah, praktis, dan belum terlalu kompleks,” kata Dhani dikutip dari ANTARA, Sabtu, 10 Juni.

Anak-anak cenderung mengikuti perilaku orang terdekatnya, termasuk orang tua, dalam melakukan suatu hal. Dalam bermedia sosial, sebagian besar orang dewasa akan melakukan aktivitas tersebut kapan pun dan di mana pun. Tidak jarang, anak-anak dapat mengakses konten dunia maya dengan mudah karena proses peniruan yang dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa kepada mereka.

Jika dilakukan dengan pendampingan orang dewasa, anak-anak akan lebih mudah mendapatkan informasi positif dari penggunaan media sosial. Contohnya, film atau animasi yang banyak ditemukan di media sosial dapat memberikan nilai positif pada anak karena muatan cerita di dalamnya.

Sebaliknya, jika akses media sosial tidak digunakan sebagaimana mestinya, informasi negatif di dalamnya justru akan membuat perilaku anak menjadi tidak benar. Misalnya, meniru adegan atau hal berbahaya dari konten media sosial yang mereka temukan. Anak-anak cenderung belum dapat mencerna apa yang benar dan salah dari konten media sosial.

Meskipun kebanyakan media sosial diperuntukkan bagi anak berusia 13 tahun ke atas, tidak sedikit anak-anak di bawah usia tersebut sudah memiliki media sosialnya sendiri atau mengakses konten dari media sosial orang tua mereka. Oleh sebab itu, pendampingan orang dewasa terhadap anak menjadi penting agar informasi di media sosial tersebut dapat tersaring dengan baik.

Bijak bermedsos bagi orang tua dan anak

Psikolog Endang Retno Wardhani mengatakan anak akan tumbuh sesuai dengan apa yang mereka alami dalam kesehariannya. Kebiasaan yang sudah dibangun sejak kecil cenderung terus dilakukan hingga mereka dewasa.

Jika sedari kecil anak tidak dibatasi dalam suatu hal, dalam hal ini menggunakan media sosial, mereka akan terbiasa dengan pola tidak terbatas tersebut. Orang tua pun harus bisa menyesuaikan waktu “Time on screen” atau ketika anak harus menggunakan gawainya tersebut.

Dhani pun menyarankan agar orang tua membuat jadwal khusus bagi anak untuk mengetahui di waktu apa saja mereka bisa mengakses media sosial di gawainya. Orang tua dapat membuat jadwal harian secara kreatif, baik dengan gambar maupun lainnya agar anak lebih mudah mencerna aturan jadwal tersebut.

“Buat pembatasan, contohnya pada anak usia dini menggunakan gambar handphone diletakkan pada waktu kapan. Misalnya, sore hari,” kata Dhani.

Untuk anak usia sekolah, selain dari jadwal harian tersebut, orang tua juga dapat berdialog langsung dengan anak mengenai waktu mengakses media sosial mereka. Dengan begitu, anak akan lebih mengerti dan diharapkan dapat mematuhi jadwal tersebut dengan baik. Jangan lupa untuk mendampingi dan mengawasi anak ketika mereka mengakses media sosial agar mereka tidak mengakses konten negatif.

Mengenai usia ideal anak mengakses media sosial, hal ini kembali pada konten yang sesuai dengan usia tumbuh kembang mereka. Semakin besar usia anak, semakin besar pemahaman anak dalam perkembangan kognitif mereka.

Oleh karena itu, pemahaman anak terhadap suatu konten menjadi salah satu tolok ukur apakah mereka sudah dapat mengaksesnya atau belum. Orang tua dapat melakukan pengaturan privasi agar anak terhindar dari konten bermuatan negatif.

Saat ini, media sosial juga sering dimanfaatkan dalam dunia pendidikan untuk membantu proses pembelajaran anak-anak dan remaja. Dhani pun berpesan, selain orang tua mendampingi anak-anak dan remaja dalam mengakses media sosial, guru dan tenaga pendidik juga memiliki andil di dalamnya.

Guru dapat menyosialisasikan bagaimana cara bijak bermedia sosial, contohnya memberi tahu hal yang boleh dan tidak boleh diakses dari media sosial. Guru pun dapat membuat tugas pada murid yang berkaitan dengan media sosial agar mereka dapat belajar langsung di ruang medsos.

“Mereka (anak-anak dan remaja) diharapkan belajar untuk memilih, mana yang dibutuhkan dan mana yang tidak dibutuhkan,” demikian dijelaskan Dhani.