KPK Ungkap Masalah Penerimaan Mahasiswa Baru di Universitas Negeri: Belum Patuhi Kuota hingga Tak Transparan
FOTO ILUSTRASI/Kawasan Kampus Universitas Indonesia/DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah permasalahan di universitas negeri menjelang penerimaan mahasiswa baru. Salah satunya, belum dipatuhinya kuota jalur mandiri yang telah ditentukan.

Temuan ini didapat setelah KPK melakukan kajian dari 7 sampel universitas negeri dari Kemendikbudristek dan 6 universitas negeri di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Kegiatan ini dilakukan pada September-Desember 2022.

"Dari hasil kajian ditemukan beberapa permasalahan. Pertama, adanya ketidakpatuhan perguruan tnggi negeri terhadap kuota penerimaan mahasiswa, khususnya melalui jalur mandiri," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 18 Mei.

Masalah kedua, sambung Pahala, mahasiswa yang diterima pada jalur Mandiri tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh universitas negeri seperti dari segi peringkat maupun kriteria lain.

"Ketiga, praktik penentuan kelulusan sentralistik oleh seorang Rektor cenderung tidak akuntabel. Keempat, besarnya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sebagai penentu kelulusan," ujarnya.

Selanjutnya, praktik alokasi bina lingkungan di universitas negeri juga dianggap tak transparan dan akuntabel.

Terakhir, KPK juga menilai Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) dianggap tak valid. "Sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat pengawasan dan dasar pengambilan kebijakan," tegas Pahala.

"Kami masih menemukan adanya disparitas praktik antar-perguruan tinggi yang kita nilai bahaya. Kita masih menemukan juga rektor penentu tunggal afirmasi," sambungnya.

Dengan kondisi ini, Pahala menegaskan adanya rekomendasi yang diberikan ke Kemendikbudristek. Pertama, universitas negeri wajib meningkatkan transparansi pada seleksi jalur mandiri.

"Jumlah kuota penerimaan, kriteria dan mekanisme penilaian, serta afirmasi diumumkan secara detail sebelum seleksi dilaksanakan," jelas Pahala.

Kedua, universitas negeri diminta menyatakan besaran SPI tak jadi penentu kelulusan. Jumlah yang dibayarkan harus sesuai kemampuan sosial ekonomi keluarga mahasiswa.

Ketiga, universitas negeri diminta membangun sistem otomatisasi dalam penentuan penerimaan mahasiswa jalur mandiri. Tujuannya, agar rektor tidak kemudian menjadi penentu tunggal.

Berikutnya, Ditjen Dikti Kemendikbudristek diminta memberikan sanksi administratif bagi universitas negeri manapun yang melanggar. Terakhir, KPK minta akurasi dan validitas data PD-DIKTI baik di tingkat PTN maupun nasional diperbaiki dan bisa digunakan sebagai alat kontrol.

"Yang kita ingin lakukan kita bangun tata kelola yang baik kedepannya, kuncinya adalah transparan sehingga kepercayaan publik tinggi dan risiko korupsi bisa kita tekan," pungkas Pahala.