TANGERANG - Kementerian Luar Negeri (Kemnlu) Republik Indonesia kini terus berupaya melakukan pemetaan jejaring untuk mencari dan mengevakuasi sejumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.
"Kami juga melalui KBRI selalu memetakan jejaring untuk melihat siapa kira-kira pihak yang dapat memberikan informasi keberadaan WNI agar dapat segera dievakuasi," kata Diplomat Muda Direktorat Perlindungan WNI pada Kemenlu RI Rina Komaria, Jumat, 5 Mei.
Dia mengungkapkan upaya komunikasi dengan otoritas setempat kini terus digencarkan guna mempercepat proses penyelamatan dan pemulangan para PMI dari negara yang sedang konflik tersebut.
"Dan sejauh ini nota diplomatik yang sudah ditindaklanjuti oleh otoritas setempat. Namun kondisinya di Myanmar itu pihak kepolisian juga tidak bisa masuk atau mengakses di provinsi itu," katanya.
Ia juga mengakui proses evakuasi WNI yang masih terisolir di salah satu provinsi di Myanmar itu memiliki kendala, dimana Pemerintah Indonesia maupun pihak keamanan setempat sulit memasuki wilayah konflik tersebut.
"Wilayah dimana WNI berada itu adalah daerah dikuasai kelompok pemberontak yang otoritas sendiri tidak bisa masuk," ucapnya.
Kendati demikian pihaknya akan terus berupaya mencari solusi agar dapat menyelamatkan sejumlah WNI yang berada di Myanmar tersebut.
"Ibu Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi secara intensif melakukan pertemuan duta besar kita di Bangko dan KBRI kita di Yangon agar dapat memetakan bagaimana membebaskan WNI tersebut," katanya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan untuk segera melakukan evakuasi terhadap 20 WNI yang diduga merupakan korban TPPO di Myanmar.
BACA JUGA:
"Kita sedang berusaha membawa dan mengevakuasi agar mereka ke luar. Kemenlu sudah dan sedang berusaha melakukan evakuasi," kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi mengatakan Kemenlu terus berkomunikasi dengan otoritas Myanmar agar para WNI dapat dipulangkan. Presiden mengatakan 20 WNI tersebut mengalami penipuan karena tidak ditempatkan pada pekerjaan yang dijanjikan.
"Ini kan penipuan, mereka dibawa ke tempat yang tidak diinginkan mereka," ujar Presiden Jokowi.