YOGYAKARTA - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Daerah Istimewa Yogyakarta mempertimbangkan usulan perubahan hukuman bagi terpidana mati kasus narkoba asal Filipina Mary Jane Fiesta Veloso saat KUHP baru sudah berlaku.
"Mungkin saat di lapas perempuan (Kelas II B Yogyakarta) sudah banyak catatan kelakuan baiknya. Ya, mungkin bisa kami usulkan perubahan pidana," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY Gusti Ayu Putu Suwardani di Yogyakarta dilansir ANTARA, Selasa, 2 Mei.
Menurut Ayu, selama hampir 13 tahun menunggu vonis mati, setelah grasinya ditolak presiden, Mary Jane selama mendekam di penjara memiliki penilaian berperilaku baik.
Tak sekadar berperilaku baik, lanjutnya, Mary Jane juga dinilai aktif mengikuti beragam kegiatan lapas hingga mampu menghasilkan banyak karya, antara lain desain motif batik kontemporer hingga lukisan.
"Sebenarnya, dari awal dia bukan seorang yang kontroversial. Semua kegiatan diikuti sampai sekarang sudah bisa Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, membatiknya bagus sekali, dan sekarang dia yang merancang desain batik di lapas perempuan," jelas Ayu.
Pada Pasal 101 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, disebutkan jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak, bukan karena terpidana melarikan diri, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan keputusan presiden (keppres).
Selain itu, Pasal 100 UU KUHP baru itu menyebutkan terpidana diberikan masa percobaan 10 tahun dan bila selama 10 tahun itu berbuat baik, maka hukumannya dapat diubah menjadi penjara seumur hidup dengan keppres.
Meskipun demikian, menurut Ayu, Kanwil Kemenkumham DIY masih menunggu peraturan turunan terkait UU KUHP baru yang akan berlaku tiga tahun mendatang.
"Kami akan minta arahan pak menteri," imbuh dia..
Kemudian, apabila selama grasi dapat diusulkan oleh pihak lapas, lanjutnya, maka belum bisa dipastikan apakah nantinya perubahan hukuman untuk Mary Jane juga dapat diusulkan oleh Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta.
"Kalau nilai dari rapornya dia baik sekali. Jadi, kami tinggal menunggu saja nanti bagaimana kebijakan Pemerintah untuk diberikan kepada Mary Jane tiga tahun lagi, karena sudah hampir 13 tahun, ya. Kita berdoa saja," ujarnya.
BACA JUGA:
Melalui aplikasi Assessment Center Narapidana (Ascena) yang dimiliki Kemenkumham, rapor perilaku warga binaan, termasuk Mary Jane, telah terekam secara digital mulai sejak awal menghuni lapas hingga kini.
Pada April 2010, Mary Jane Fiesta Veloso ditangkap di Bandara Internasional Adi Sutjipto Yogyakarta karena tertangkap tangan membawa 2,6 kilogram heroin. Selanjutnya, pada Oktober 2010, Mary Jane divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Yogyakarta.
Presiden Joko Widodo juga menolak permohonan grasi yang diajukan Mary Jane pada tahun 2014.
Saat akan menjalani eksekusi mati bersama delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 29 April 2015, Mary Jane urung dieksekusi dan dikembalikan ke Lapas Yogyakarta karena ada permohonan dari otoritas Filipina terkait pengakuan Maria Kristina Sergio bahwa Mary Jane diduga menjadi korban perdagangan manusia.