Wanita Teriak Histeris di RDP Komisi III-Kapolri Ternyata Korban Investasi Bodong Modus Budi Daya Lebah
Sri Hartini, wanita yang histeris saat rapat dengar pendapat (RDP) (Rizky AP/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sri Hartini, wanita yang histeris saat rapat dengar pendapat (RDP) antara Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Komisi III DPR RI ternyata korban penipuan investasi bodong modus budi daya lebah klanceng. Selama dua tahun kasus itu disebut tak ada perkembangan.

"Penipuan investasi bodong berkedok kemitraan budi baya kelanceng," ujar Sri kepada wartawan, Kamis, 13 April.

Dalam kasus investasi bodong Koperasi Niaga Mandiri Sejahtera Indonesia (NMSI) itu, tak hanya ia yang menjadi korban. Tetapi, ada puluhan ribu orang yang bernasib serupa.

Bahkan, disebutkan total kerugian dari para member di kasus tersebut mencapai Rp1 triliun.

"Modusnya adalah kurang lebih sama dan korban mencapai ribuan orang dengan total kerugian baik dari koprasi NMSI Maupun PT MBM sekitar mencapai Rp1 Triliun lebih," ungkapnya.

Sebenarnya, kasus itu sudah dilaporkan ke Polda Jawa Timur. Tetapi, tak ada perkembangan penanganan selama beberapa tahun.

Alasan itulah yang membuat Sri nekat berteriak saat RDP. Tentunya, dengan harapan kasus yang menjadikannya sebagai korban dapat diatensi penyelesaiannya.

"Kami sudah berjuang 2 tahun lebih, 2 tahun lebih kami terombang-ambing dari Polres sampai Polda sampai Mabes limpahkan ke mana-mana. Tetap tidak ada solusi," kata Sri.

Sebelumnya, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyebut kasus investasi bodong yang menjadikan Sri Hartini sebagai korban ditarik penanganannya ke Bareskrim Polri dari Polda Jawa Timur.

Keputusan itu berdasarkan hasil rapat yang dihadiri oleh Sri Hartini di Bareskrim Polri, hari ini.

"Keputusan rapat tadi demikian (ditarik ke Bareskrim) agar bisa ditangani secara komprehensif," ujar Agus.

Alasan lainnya soal penarikan penaganan kasus dugaan investasi bodong itu terjadi di beberapa daerah. Sehingga, kata Agus, akan lebih mudah bila pengusutannya dilakukan terpusat di Bareskrim Polri.

"Kejadian lintas provinsi, menurut saya lebih tepat ditarik ke Bareskrim agar lebih pas mengkonstruksikan," ungkapnya.