JAKARTA - Rayyanah Barnawi adalah satu dari dua astronot Arab Saudi yang segera mengangkasa 9 Mei 2023 ketika negara yang diperintah Raja Salman bin Abdulazi Al Saud itu menjadi satu dari sedikit negara Muslim yang tak ingin ketinggalan mengeksplorasi ruang angkasa.
Barnawi dan Ali Alqarni menjadi dua dari empat astronot yang menumpangi kapsul Spacex Dragon yang dilontarkan ke ruang angkasa oleh roket SpaceX Falcon 9 dengan tujuan akhir, Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS).
Mereka ditemani dua astronot Amerika Serikat, Peggy Whitson dan John Shoffner, untuk bergabung dengan astronot Uni Emirat Arab Sultan Al Neyadi yang sudah berada di ISS sejak 3 Maret tahun ini.
Kalau profesi Ali Alqarni adalah pilot pesawat tempur angkatan udara Saudi, maka Barnawi adalah peneliti kanker payudara.
Tak saja menjadi muslimah kedua di dunia yang akan berada di orbit Bumi dan perempuan Saudi pertama yang bakal mengangkasa di antariksa, Barnawi mewakili wajah baru Arab Saudi yang meninggalkan ultra-konservatisme dan kekolotan.
Kehadiran dia dalam misi ruang angka kian menegaskan usaha keras penguasa Saudi saat ini dalam menguatkan peran perempuan sampai setara pria yang muskil terjadi beberapa tahun silam.
Ruang angkasa sendiri tak asing untuk Saudi karena pada 1985, Raja Salman sewaktu muda dan masih sebagai pilot pesawat tempur, pernah menjadi bagian dari misi luar angkasa Amerika Serikat. Salman adalah warga Arab pertama yang mengangkasa di antariksa.
Selama 33 tahun setelah itu, ketika Salman sudah menjadi raja, Saudi membentuk komisi ruang angkasa yang pada 2023 mengirimkan astronotnya lagi ke antariksa. Misi kali ini menjadi bagian dari Visi Saudi 2030 yang dicanangkan Raja Salman dan putranya yang menjadi pewaris takhta, Pangeran Mohammed bin Salman.
Dalam misi antariksa yang diluncurkan dari Kennedy Space Center di Tanjung Canaveral, Florida, Amerika Serikat itu, Barnawi menjadi spesialis misi Axiom Mission 2. Ini adalah juga misi antariksa swasta kedua Axiom setelah April 2022 yang juga membawa empat astronot.
Barnawi yang berusia 33 tahun adalah pakar biomedis jebolan Selandia Baru dan Arab Saudi yang sembilan tahun terakhir ini aktif meneliti kanker payudara dan sel batang.
Dia adalah salah satu bukti Saudi tengah melangkah jauh ke depan dalam memajukan kaum hawa sejak Raja Salman melancarkan gebrakan-gebrakan reformatif di bawah prakarsa penguasa de facto, Pangeran Mohammed bin Salman.
Situasi Saudi ini berbalik 180 derajat dengan yang sedang terjadi di Afghanistan ketika Taliban malah meminggirkan lagi kaum perempuan.
BACA JUGA:
Sebaliknya, perempuan Saudi kian luas berpartisipasi dalam segala aspek pembangunan nasional setelah undang-undang menjamin penuh hak mereka dan sekaligus melindungi peran aktif mereka, dalam bidang apa pun, terlebih Visi Saudi 2030 memberi tempat luas kepada perempuan untuk mengabdi kepada masyarakat dan negara.
Perkembangan mengesankan ini sampai mendorong Bank Dunia menaikkan indeks pemberdayaan perempuan Arab Saudi menjadi 80 poin pada 2022, dari 25,63 poin pada 2019.
Prakarsa memberdayakan perempuan juga masuk anggaran rutin negara sehingga perempuan bisa terus berperan, namun tetap sejalan dengan nilai-nilai Kerajaan Arab Saudi.