BANDA ACEH - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh Farid Nyak Umar meminta pemerintah kota setempat untuk mengantisipasi maraknya eksploitasi anak di ibu kota provinsi Aceh itu.
"Saya menerima banyak keluhan yang disampaikan oleh warga kota, baik yang menghubungi secara langsung atau disampaikan melalui media sosial," kata Farid Nyak Umar di Banda Aceh dilansir ANTARA, Rabu, 5 April.
Hal ini disampaikan Farid Nyak Umar saat mengadakan pertemuan soal isu eksploitasi anak dengan Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) dan Satpol PP-WH Banda Aceh.
Farid mengatakan, dirinya telah banyak menerima keluhan dari warga, tokoh masyarakat dan beberapa Ormas/OKP terkait menjamurnya anak-anak di bawah umur yang dipekerjakan dengan modus mengais rezeki.
Jika informasi ini tidak segera diantisipasi, Farid khawatir anak-anak di Banda Aceh bakal terus dikerahkan untuk berjualan di beberapa persimpangan dan pusat kota, bahkan ada yang berjualan keluar masuk cafe hingga larut malam.
"Maka kami meminta pemerintah kota untuk dapat mengantisipasinya, karena upaya eksploitasi anak ini sangat mengancam masa depan anak. Ini perlu dibongkar," ujarnya.
Farid menyatakan, persoalan eksploitasi anak ini sangat serius, karena anak di bawah umur dilarang untuk dipekerjakan. Bahkan bisa dikenakan sanksi pidana.
Hal ini sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 68 tentang ketenagakerjaan, juga diperkuat dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sehingga persoalan ini benar-benar sangat serius.
Selain itu, Farid juga meminta Pemko Banda Aceh untuk dapat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum soal eksploitasi anak yang sudah sangat meresahkan tersebut.
"Termasuk melakukan komunikasi dengan instansi terkait ke tingkat provinsi. Apalagi, sebagian besar anak-anak tersebut dari luar Banda Aceh," kata Farid.
BACA JUGA:
Sementara itu, Kepala Satpol PP-WH Banda Aceh Muhammad Rizal mengatakan, terkait dengan penegakan pihaknya sudah sangat rutin melakukan tindakan penertiban di persimpangan lampu merah dan warkop di Banda Aceh.
Hanya saja, kata Rizal, setelah dilakukan pengamanan dan pembinaan terhadap anak-anak di bawah umur tersebut, mereka selalu kembali lagi dipekerjakan oleh orang tua atau pengendali lainnya.
“Kami siap mengamankan, bahkan mereka sudah berulang kali ditertibkan. Awalnya anak-anak itu ada yang menjadi gepeng atau badut, tapi kemudian menjalankan modus berjualan buah potong dan usaha lainnya," katanya.
M Rizal mengatakan, anak-anak yang dipekerjakan tersebut hampir seluruhnya bukan warga asli Banda Aceh, melainkan para pendatang. Bahkan, diduga kuat anak-anak tersebut dikoordinir untuk berjualan di seputaran lampu merah dan pusat kota.
“Kebanyakan dari mereka mencari celah agar tidak kita amankan. Karena kalau pengemis atau gepeng sudah pasti kita tertibkan, tapi kemudian mereka beralih dengan cara berjualan supaya tidak kita amankan,” kata M Rizal.