Sumbawa Diterjang Banjir Bandang, Belasan Rumah Hanyut dan Hewan Ternak Mati
Banjir bandang di Sumbawa (Foto: DOK BNPB)

Bagikan:

JAKARTA - Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat diterjang banjir bandang pada Selasa, 4 April kemarin. Pagi ini, Banjir masih menggenangi di beberapa titik, namun sebagian besar sudah tidak ada genangan dan hanya bersisa puing material.

Sebanyak 12 rumah penduduk hanyut saat banjir bandang terjadi. Selain itu, sebanyak 34 rumah terendam banjir yang datang secara tiba-tiba setelah turun hujan dengan intensitas tinggi.

Plt Kapusdatinkom Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menuturkan, sedikitnya ada 829 jiwa dari 208 KK yang tinggal di 13 desa 5 kecamatan telah terdampak bencana tersebut.

"Dari laporan visual, rumah-rumah warga porak-poranda diterjang derasnya aliran air. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, namun kerugian materil masih dalam pendataan lebih lanjut," kata Abdul Muhari dalam keterangannya, Rabu, 5 April.

Kemudian, akibat banjir bandang ini, beberapa hewan ternak mati karena tak sempat diselamatkan oleh pemiliknya saat digembalakan di ladang.

Di samping itu, banjir bandang juga menghanyutkan 1 pabrik penggilingan dan merusak 27 hektar lahan padi siap panen, serta merendam 99 hektar areal persawahan lainnya dan 3 mobil.

"Warga mengaku banjir bandang datang begitu cepat, dan merupakan peristiwa yang pertama kalinya terjadi di wilayah itu," ujarnya.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sumbawa, Muhammad Nurhidayat mengucapkan laporan hasil asesmen sementara mengatakan bahwa banjir bandang itu dipicu oleh beberapa faktor.

Selain tingginya intensitas curah hujan di wilayah Sumbawa dan sekitarnya, peristiwa banjir bandang juga diduga disebabkan oleh banyaknya lahan tandus akibat penebangan liar sehingga mengurangi cakupan dan intensitas penyerapan air tanah.

"Banyak lahan tandus akibat penebangan liar," ujar Nurhidayat.

Di samping itu, infrastruktur pengaman tebing dan tanggul di wilayah daerah aliran sungai (DAS) juga tidak dapat maksimal menahan adanya peningkatan debit air dan ditambah dengan parahnya sedimentasi sungai.

"Tingginya sedimentasi di wilayah daerah aliran sungai wilayah terdampak," jelas Nurhidayat.