Apa Itu Upaya Hukum Peninjauan Kembali? Inilah Syarat-Syarat untuk Mengajukan PK
Ilustrasi persidangan (Foto: Unsplash)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Upaya hukum peninjauan kembali (PK) terkait kasasi yang diajukan Moeldoko soal KLB Partai Demokrat tengah ramai diperbincangkan. Moeldoko mengatakan tidak mengetahui soal PK terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi yang dia ajukan. 

Sebelumnya, Agus Harimurti Yudhoyono Ketum Partai Demokrat menyebut bahwa Moeldoko dan Jhonny Allen Marbun sekjen Partai Demokrat versi KLB mengajukan PK terhadap putusan kasasi yang menolak gugatan Moeldoko lewat putusan Nomor 487/K/TUN 2022 pada 29 September 2022.

AHY menyebut Moeldoko mengajukan empat novum atau bukti baru. AHY juga mengungkapkan bahwa pihaknya siap melawan karena keempat novum sudah menjadi bukti dalam sidang PTUN Jakarta dengan perkara Nomor 150/G/2021 pada 23 November 2021. Lantas apa itu upaya hukum peninjauan kembali?

Apa Itu Upaya Hukum Peninjauan Kembali?

Dilansir dari laman djkn.kemenkeu.go.id, Upaya hukum peninjauan kembali (PK) adalah langkah hukum yang bisa ditempuh oleh terpidana dalam suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia. Permohonan Peninjauan Kembali (PK) dapat dilakukan dalam kasus perkara Perdata maupun Perkara Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Bab XVIII UU Nomor 8 Tahun 1981, peninjauan kembali merupakan salah satu upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia. Upaya hukum luar biasa merupakan pengecualian dari upaya hukum biasa yaitu persidangan di Pengadilan Negeri, sidang banding pada Pengadilan Tinggi, dan kasasi di Mahkamah Agung.

Syarat Upaya Hukum Peninjauan Kembali Dapat Diajukan

Ketentuan pengajuan upaya hukum PK telah diatur dalam Pasal 67 Undang–Undang (UU) Nomor 5 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Republik Indonesia. Permohonan PK terhadap putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap  bisa diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan berikut ini.

1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;

2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;

Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat yang merupakan akta dan surat-surat lainnya yang bukan akta, sedangkan akta sendiri dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta dibawah tangan. Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan.

3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;

Alasan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Putusan mengabulkan suatu hal, sedangkan hal itu sama sekali tidak ada diminta penggugat dalam gugatan.

- Putusan melebihi dari apa yang dituntut. Hakim dilarang memberikan atau mengabulkan melebihi dari apa yang dituntut. Ketentuan ini melanggar prinsip ultra petitum partium atau ultra petita. Hakim tidak boleh mengabulkan melebihi dari apa yang dituntut dalam petitum gugatan.

4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;

Dalam suatu putusan hakim diperintahkan untuk mengadili atau memutus tentang semua bagian gugatan. Misalnya tidak diputus apakah ditolak atau dikabulkan gugatan provisi, permintaan sita atau permintaan putusan serta merta tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya. Kelalaian dan pengabulan yang demikian dapat dijadkan alasan permohonan PK oleh pihak penggugat, karena hal itu merugikan kepentingannya.

5. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;

Syarat-syarat yang arus dipenuhi supaya alasan memiliki validitas:

- Terdapat dua atau lebih putusan yang saling bertentangan. 

- Pihak yang telibat dalam Putusan perkara yang saling bertentangan tersebut adalah sama.

- Mengenai soal atau dasar yang sama. 

- Oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya.

- Putusan yang terakhir dan bertentangan itu telah Berkekuatan Hukum Tetap, dan telah diberitahukan putusan itu kepada pihak yang berperkara. 

6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Alasan PK yang paling sering dan paling besar frekuensinya dalam praktik adalah kekhilafan atau kekeliruan nyata. Alasan ini dianggap sangat luas jangkauannya. Apa saja pertimbangan dan pendapat yang tertuang dalam putusan, dapat dikonstruksi dan direkayasa sebagai kekhilafan atau kekeliruan nyata tanpa batas.

Demikianlah ulasan mengenai apa itu upaya hukum peninjauan kembali. Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.