Empat Pangkalan Baru Filipina yang Bisa Diakses Militer AS Sangat Strategis: Menghadap Taiwan dan Dekat Kepulauan Spratly
Pengibaran bendera AS dan Filipina di salah satu pangkalan militer. (Wikimedia Commons/PH2 FARRINGTON)

Bagikan:

JAKARTA - Filipina pada Hari Senin mengidentifikasi empat pangkalan militernya yang akan mendapatkan akses dari Amerika Serikat, hampir dua kali lipat dari jumlah yang tercantum dalam perjanjian pertahanan yang bertujuan untuk meningkatkan aliansi yang telah berlangsung selama beberapa dekade di antara keduanya.

Perluasan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA) menggarisbawahi kepentingan strategis Filipina bagi mantan penguasa kolonial Amerika Serikat, yang terjadi pada saat meningkatnya kekhawatiran atas perilaku Tiongkok di Laut Cina Selatan dan ketegangan atas Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri.

EDCA, yang ditandatangani pada tahun 2014 di bawah Presiden AS Barack Obama, memungkinkan akses AS ke pangkalan-pangkalan Filipina untuk pelatihan bersama, penempatan awal peralatan, hingga pembangunan fasilitas-fasilitas seperti landasan pacu, penyimpanan bahan bakar dan perumahan militer, meski bukan kehadiran permanen.

Lokasi yang disebutkan pada Hari Senin adalah Pangkalan Angkatan Laut Camilo Osias di Sta Ana dan bandara Lal-lo, keduanya di Provinsi Cagayan. Serta Camp Melchor Dela Cruz di Gamu, Provinsi Isabela dan Pulau Balabac di lepas pantai Palawan.

Lokasi-lokasi itu sangat strategis. Isabela dan Cagayan menghadap ke utara, yakni ke arah Taiwan. Sedangkan Palawan berada di dekat Kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut Cina Selatan, tempat Beijing telah membangun pulau-pulau buatan yang dilengkapi dengan landasan pacu dan sistem rudal.

Menteri Pertahanan Carlito Galvez menyebut, situs-situs tersebut "sangat strategis" dan menekankan Filipina memiliki tanggung jawab kepada komunitas internasional di Laut China Selatan.

"Itu adalah rute perdagangan... di mana kurang lebih perdagangan senilai 3 triliun dolar AS (per tahun)," katanya, melansir Reuters 4 April.

"Tanggung jawab kita untuk mengamankannya secara kolektif sangatlah besar," sambungnya.

Keputusan Presiden Ferdinand Marcos Jr. untuk memperluas akses AS dibuat pada Bulan Februari. Namun, pengumuman situs-situs tersebut ditunda oleh oposisi dari beberapa pemimpin pemerintah lokal, yang khawatir akan terjebak dalam konflik di masa depan antara Amerika Serikat dan China.

Terpisah, Kedutaan Besar China di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pengumuman Hari Senin. China menuduh AS meningkatkan ketegangan dengan pengerahan militernya.

Sementara, Kantor Presiden Marcos pada Hari Senin mengatakan, keempat lokasi tersebut harus "meningkatkan respon bencana" dan membantu operasi kemanusiaan dan bantuan, menambahkan bahwa mempertahankan wilayah timur juga menjadi pertimbangan.

"Lokasi mereka berada di daerah-daerah di mana mereka dibutuhkan," kata Jay Batongbacal, seorang ahli Laut Cina Selatan di Universitas Filipina.

"Ini juga memberi kita cakupan tidak hanya di Laut Filipina Barat (Laut China Selatan) tetapi juga di sisi Pasifik," tambahnya.

Diketahui, Amerika Serikat telah berkomitmen untuk membangun infrastruktur senilai lebih dari 80 juta dolar AS di lima lokasi yang ada, Pangkalan Udara Antonio Bautista di Palawan, Pangkalan Udara Basa di Pampanga, Benteng Magsaysay di Nueva Ecija, Pangkalan Udara Benito Ebuen di Cebu dan Pangkalan Udara Lumbia di Mindanao.