JAKARTA - China membantah menggunakan kekuatan untuk mengambil benda terapung di Laut China Selatan, yang dikatakan puing-puing roket.
China pada Hari Senin membantah salah satu kapal penjaga pantainya menggunakan kekuatan, untuk mengambil sepotong roket yang mengambang di lautan yang ditarik oleh sebuah kapal Filipina di Laut China Selatan.
Sebelumnya, seorang komandan militer Filipina mengatakan, kapal penjaga pantai China 'secara paksa mengambil' objek itu dengan memotong tali yang mengikatnya ke kapal Filipina.
Menanggapi hal tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan pada pengarahan reguler, objek itu adalah puing-puing dari fairing muatan roket, selubung yang melindungi kerucut hidung pesawat ruang angkasa, diluncurkan oleh China.
"Orang-orang dari pihak Filipina menyelamatkan dan menarik benda terapung terlebih dahulu. Setelah kedua belah pihak melakukan negosiasi ramah di tempat kejadian, Filipina menyerahkan benda terapung itu kepada kami," kata Mao, melansir Reuters 21 November.
"Itu bukan situasi di mana kami mencegat dan mengambil benda itu," tukas Mao.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Laksamana Alberto Carlos, komandan Komando Barat Filipina mengatakan dalam sebuah pernyataan, pihak berwenang mengirim sebuah kapal untuk memeriksa objek tersebut setelah terlihat pada Minggu pagi, sekitar 800 yard (730 meter) barat pulau Thitu.
Tim mengikat benda itu ke kapal mereka dan mulai menariknya. Kemudian, kapal China mendekat dan memblokir jalur mereka dua kali, sebelum mengerahkan perahu karet yang memotong tali penarik, kemudian membawa benda itu kembali ke kapal penjaga pantai, kata Carlos.
Insiden itu terjadi ketika Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris tiba di Filipina pada Minggu, untuk melakukan pembicaraan yang bertujuan menghidupkan kembali hubungan dengan Manila, sekutu Asia yang penting bagi upaya Washington untuk melawan kebijakan China yang semakin tegas terhadap Taiwan.
Wakil Presiden Harris, yang perjalanan tiga harinya termasuk singgah di Palawan, sebuah pulau di tepi Laut China Selatan, juga akan menegaskan kembali dukungan Washington untuk putusan pengadilan internasional 2016, yang membatalkan klaim ekspansif China di jalur air yang disengketakan itu, kata seorang pejabat senior AS.
Diketahui, China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, jalur air strategis yang dilalui barang bernilai miliaran dolar setiap tahun. Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga memiliki klaim.
BACA JUGA:
Thitu, yang dikenal orang Filipina sebagai Pagasa, dekat dengan Subi Reef, salah satu dari tujuh pulau buatan di Spratly tempat China memasang rudal darat-ke-udara dan senjata lainnya.
Selain itu, Thitu, salah satu dari sembilan fitur yang ditempati Filipina di Kepulauan Spratly, adalah pos terpenting negara Asia Tenggara yang paling strategis di Laut Cina Selatan.
Terpisah, Kementerian Luar Negeri Filipina mengatakan dalam sebuah pernyataan, pihaknya akan melakukan peninjauan menyeluruh atas insiden tersebut, sedang menunggu laporan rinci dari lembaga penegak hukum maritim.