JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membantah Rancangan Undang-Undang Kesehatan mengakibatkan degradasi pada kualitas kerja dokter dan tenaga kesehatan, dalam hal aturan surat tanda registrasi (STR) yang bisa berlaku seumur hidup.
Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya menegaskan, kualitas mereka akan tetap terjaga karena para nakes tetap wajib memenuhi kompetensi berkala yang melalui sistem pemenuhan kompetensi berkala ketika memperpanjang surat izin praktek (SIP).
Arianti menuturkan, syarat kompetensi akan melekat dalam SIP melalui pemenuhan satuan kredit poin (SKP) seperti yang berlaku saat ini sehingga kualitas dokter dan nakes akan tetap terjaga.
“Jadi, tidak benar isu yang beredar jika STR seumur hidup akan menyuburkan praktek dokter dukun atau dokter tremor atau dokter abal-abal karena mereka tetap diwajibkan mendapatkan sertifikat kompetensi melalui pemenuhan SKP seperti praktek yang terjadi saat ini. Kualitas mereka tetap terjaga. Bedanya sertifikat kompetensi nantinya akan melekat dalam perpanjangan SIP yang berlaku setiap 5 tahun,” kata Arianti dalam keterangannya, Minggu, 2 April.
Arianti menjelaskan, saat ini dokter dan tenaga kesehatan wajib mengurus perpanjangan STR dan SIP setiap 5 tahun sekali melalui banyak tahapan birokrasi, validasi, dan rekomendasi sehingga banyak dokter dan tenaga kesehatan merasa terbebani termasuk dengan biaya-biaya yang timbul.
Sementara, pemerintah ingin menyederhanakan proses tersebut menjadi lebih mudah dalam RUU Kesehatan.
“Jadi nanti yang diperpanjang cukup SIP saja. Tujuan dari penyederhanaan perizinan ini adalah agar dokter dan tenaga kesehatan tidak banyak dibebani sehingga mereka bisa tenang menjalankan tugas mulia mereka,” ungkap dia.
Berkaitan dengan itu, Arianti mengaku Kementerian Kesehatan mengusulkan dalam RUU nanti agar pemenuhan kompetensi atau pemenuhan kecukupan SKP merupakan dasar dari pemberian SIP dan tidak lagi diperlukan surat rekomendasi dari organisasi profesi seperti sekarang ini.
Untuk memenuhi kecukupan SKP, dokter dan tenaga kesehatan harus mengumpulkan SKP dalam jumlah tertentu yang dimasukan ke dalam sebuah sistem informasi yang dikontrol oleh pemerintah pusat.
Izin praktik baru diterbitkan oleh pemerintah daerah, baik Dinkes atau pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) jika dokter dan tenaga kesehatan telah memenuhi kecukupan jumlah SKP tertentu di dalam SI tersebut.
Sejumlah ahli serta organisasi profesi kesehatan mengkritik sejumlah aturan yang diubah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menyoroti rencana mengubah masa berlaku surat tanda registrasi (STR) tenaga kesehatan dari jangka waktu 5 tahun menjadi tanpa jangka waktu.
Ede menyarankan, beleid pasal yang mengatur hal ini harus dikaji lebih dalam. Sebab, sejumlah organisasi profesi mengkhawatirkan adanya penurunan tingkat profesionalitas tenaga kesehatan karena STR yang tidak perlu diperpanjang.
BACA JUGA:
"Para tenaga kesehatan berpotensi tidak akan mau lagi mengikuti pertemuan ilmiah, riset, maupun pengabdian masyarakat yang selama ini berjalan, padahal dinamika perubahan dan perkembangan ilmu pengetahun Kesehatan masyarakat berkembang cepat," ucap Ede.