Bagikan:

JAKARTA - Tim penyidik dari Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara telah menuntaskan penyidikan kasus penjualan bagian tubuh macan tutul atau Panthera pardus melas di Bekasi, Jawa Barat.

 Saat ini berkas perkara tersangka MR berusia 22 tahun dan R berusia 40 tahun telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.

"Ada tiga ancaman utama terhadap (kasus) macan tutul ini, yakni penyusutan habitat, konflik dengan manusia, serta perburuan dan perdagangan bagian-bagian tubuh, seperti kulit, tulang, taring, dan kuku," kata Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Taqiuddin dilansir ANTARA, Senin, 27 Maret. 

Pengungkapan kasus peredaran satwa liar dilindungi itu berawal dari adanya laporan masyarakat tentang penjualan bagian-bagian tubuh satwa macan tutul di akun media sosial Facebook.

Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh tim patroli siber Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Setelah berhasil melacak akun penjualan di Facebook tersebut, tim selanjutnya melakukan kegiatan operasi peredaran satwa liar yang dilindungi undang-undang di Jawa Barat.

Mereka berhasil menangkap MR berusia 22 tahun yang akan melakukan transaksi penjualan bagian-bagian tubuh satwa macan tutul. Penangkapan itu dilakukan di satu hotel di Kota Bekasi, Jawa Barat, pada 12 Januari 2023 pukul 23.15 WIB.

Setelah melalui pengembangan penyidikan, tim operasi peredaran tumbuhan dan satwa liar Balai Penegakan Hukum KLHK mengamankan pelaku berinisial R berusia 40 tahun yang diduga merupakan pemilik bagian tubuh macam tutul, yaitu ekor, sepasang kaki depan, sepasang kaki belakang, kepala, dan kulit badan.

Tim menangkap R di Kota Bogor, Jawa Barat, pada 21 Februari 2023.

Kedua tersangka melanggar Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 Ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

"Kami akan melakukan pengembangan terhadap kasus ini untuk mengungkap keterlibatan pihak lain yang merupakan jaringan perdagangan satwa liar dilindungi undang-undang tersebut," kata Taqiuddin. 

"Kami terus memperkuat pemanfaatan teknologi, seperti cyber patrol dan intelligence centre untuk pengawasan perdagangan satwa dilindungi," katanya.