Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memastikan proses hukum pelaku kasus kekerasan seksual terhadap siswi SMP di Bone, Sulawesi Selatan, telah sesuai perundang-undangan.

"Di Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) ditegaskan bahwa AKH (Anak Berkonflik Hukum) ditahan diproses penyidikan dilakukan paling lama tujuh hari dan dapat diperpanjang paling lama delapan hari sehingga total paling lama 15 hari," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar dilansir ANTARA, Rabu, 15 Maret.

Selanjutnya dalam Pasal 33 Ayat (3) menegaskan jika jangka waktu telah berakhir, anak wajib dikeluarkan demi hukum.  

"Jika prosesnya telah P21 dan menjadi kewenangan penuntut umum, maka dapat juga dilakukan penahanan paling lama lima hari dan dapat diperpanjang paling lama lima hari, sehingga dalam proses penuntutan penahanan dapat dilakukan paling lama 10 hari," kata Nahar.

Nahar menuturkan proses penyelesaian perkara anak harus dilaksanakan secara cepat untuk menghindari dampak fisik dan psikis bagi anak itu sendiri.

Pihaknya memastikan upaya pemenuhan hak AKH akan didampingi oleh tim Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Bone, baik dalam pendampingan selama proses hukum, penguatan terhadap pihak keluarga, penguatan di tempat sekolah, dan pendampingan terhadap pelaku anak akan melibatkan Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan (PK Bapas) dan Pekerja Sosial (Peksos).

Sebelumnya, remaja berinisial AM (15) ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemerkosaan terhadap seorang siswi SMP di Bone, Sulsel.

Setelah ditahan selama 15 hari, tersangka AM dibebaskan dari tahanan dan dipulangkan ke keluarganya.

Sementara pascaperistiwa pemerkosaan, korban mengalami demam tinggi dan sakit pada kemaluan.

Korban kemudian dirawat di rumah sakit setempat, tetapi, selang lima hari dirawat di RS, korban menghembuskan nafas terakhirnya.